Di dalam medan pertempuran yang dijalani kaum Muslimin, apakah kematian panglima pasukan Muslim menyurutkan pertempuran? Di saat kritis pun, kematian sang panglima tidak pernah menyurutkan dan menghancurkan mental juang pasukan. Apalagi jika aura kemenangan sudah sangat nyata.
Di perang Uhud, kaum Muslimin menghadapi tiga kondisi kritis. Pertama, terdesak oleh serangan memutar Khalid bin Walid dari arah belakang karena turunnya regu pemanah dari atas bukit. Kedua, kematian sang panglima, Hamzah bin Abdul Muthalib. Dan ketiga, berita isu tentang kematian Rasulullah ﷺ. Apakah kondisi tersebut membuat kaum Muslimin meninggalkan medan pertempuran?
Apakah kemenangan itu hanya ada di tangan sang panglima? Di saat kritis, Muslimin di perang Uhud justru berkata, “Bila mereka syahid, untuk apa kita hidup?”
Seluruh pasukan Muslimin lalu berlomba-lomba menempuh jalan kesyahidan Hamzah bin Abdul Muthalib. Kematian sang panglima menjadi model kematian prajurit-prajuritnya berikutnya. Mereka merindukan jalan kematian sang panglima. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memukul mundur musuh. Mereka terus mengejar pasukan Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sofyan.
Di perang Mu'tah, 3.000 orang anggota pasukan Muslimin menghadapi 200.000 orang anggota pasukan gabungan Romawi dan sekutunya dari bangsa Arab. Apa yang harus dilakukan? Dua hari kaum Muslimin merancang strategi. Memohon bantuan tambahan pasukan ke Rasulullah ﷺ atau meneruskan pertempuran? Abdullah Ibnu Rahawah mengatakan, “Kita berperang karena Allah, bukan karena banyak atau sedikit pasukan.” Kaum Muslimin pun maju menghadapi Romawi.
Baca juga: Para Penyair Penggelora Jihad di Perang Salib
Ketika kaum Muslimin bertempur di Syam. Bukankah pasukan Romawi dan sekutu Arabnya lebih memahami Mu'tah yang terletak di Syam? Kaum Muslimin menghadapi lautan tentara musuh yang terlatih dan terkuat saat itu. Panglima pasukan Muslim yang ditunjuk oleh Rasulullah ﷺ berguguran. Dari Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abdul Muthalib, sampai Abdullah Ibnu Rahawah. Apakah bergugurannya semua panglima terbaik menghancurkan semangat tempur Muslimin?
Sekali lagi, tidak. Mereka ingin meraih kesyahidan seperti para panglimanya. Daya juang Muslimin semakin menggelora. Kaum Muslimin bermusyawarah guna memilih panglima baru seperti yang diperintahkan Rasulullah ﷺ jika ketiga panglima sebelumnya gugur. Apakah kualitas panglima yang ditunjuk oleh Rasulullah ﷺ dengan hasil musyawarah Muslimin itu berbeda? Ternyata kualitasnya tetap sama. Bila Rasulullah ﷺ memerintahkan atau mendelegasikan sesuatu, berarti hasinya tetap berkualitas yang sama.
Seluruh 200.000 pasukan Romawi dibuat carut marut. Yang gugur di pihak Muslimin hanya 16 orang. Khalid bin Walid yang terpilih menjadi panglima perang menghabiskan 9 pedang di perang Mu'tah.
Pihak Romawi melihat setiap hari kaum Muslimin mendapatkan “bala batuan”. Padahal, itu hanya “tipuan” Khalid bin Walid yang setiap hari mengganti posisi pasukan saja. Pasukan Romawi pun terpukul. Banyak korban berjatuhan di pihak Romawi. Saat Muslimin mundur, mereka anggap ingin menjebaknya.
Di perang Talut melawan Jalut. Talut sebagai panglima Muslimin terdesak oleh Jalut yang bertubuh besar dan kuat seperti raksasa. Apakah ini melemahkan Muslimin? Apakah Talut yang tidak bisa mengalahkan Jalut menurunkan daya tempur Muslimin? Tampillah Daud yang mengalahkan Jalut.
Pertempuran adalah jihad yang merindukan kesyahidan. Hanya itu orientasinya. Jadi, kondisi pertempuran apa pun tidak akan pernah melemahkan daya juang Muslimin.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!