Allah Ta’a berfirman:
“Apakah orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? (kepada Rasul dan kaum beriman){29} Seandainya Kami berkehendak, niscaya Kami menunjukkan mereka kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau benar-benar dapat mengenali mereka melalui tanda-tandanya. Engkau pun benar-benar akan mengenali mereka melalui nada bicaranya. Allah mengetahui segala amal perbuatanmu {30} Sungguh, Kami benar-benar akan mengujimu sehingga mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu serta menampakkan (kebenaran) berita-berita (tentang) kamu”
Fokus pembahasan kita pada ayat 31, persisnya kalimat (وَنَبْلُوَا أَخْبارَكُمْ). Tatkala Allah SWT menampakkan dengan jelas siapa saja yang berjihad di jalan-Nya, Allah juga menampakkan pihak mana saja yang sabar dalam menjalankan jihad. Lantas, Allah menutup rangkaian ayat ini dengan penegasan, “serta menampakkan (kebenaran) berita-berita (tentang) kamu”.
Siapakah yang dimaksud “kamu” dalam penutup ayat tadi? Sepertinya, Wallahua’lambishowab adalah selain mujahidin dan shabirin yang dimaksud dalam kalimat sebelumnya.
Allah SWT hendak menguji kabar kalian (yang mengaku beriman), tatkala kewajiban jihad datang sikap apa yang kalian tempuh. Apakah sikap yang sesuai tuntunan syariat, atau malah berpaling seperti berpalingnya orang-orang munafik terhadap perintah jihad. Meski awalnya mengaku beriman, orang-orang munafik mulai menampakkan penyelewengan tatkala datang kewajiban jihad dengan menghina para pejuang.
Objek ayat ini juga mencakup komentator jihad. Karena secara redaksional, rangkaian ayat ini (ayat 30-red) dengan sebelumnya (ayat 29-red) berbicara perihal kaum munafik. Adapun ciri paling Nampak dari kaum munafik dalam rangkaian ayat ini adalah berupa isyarat & komentar (lahn qaul). Komentar miring nan menghujat kepada para pejuang tak lain menunjukkan kondisi hati mereka yang telah terinfkesi virus kemunafikan.
Sa'id Hawwa dalam tafsirnya, Al-Asas menjelaskan ayat 31 surah Muhammad dengan menarik. Ia mengatakan bahwa hikmah diadakannya ujian hingga ditampakkan siapa yang berjihad dan bersabar adalah agar muncul sosok teladan bagi ummat ini. Sehingga, sosok tersebut akan muncul ke permukaan, dikenal oleh publik dan mampu menjadi role model bagi orang setelahnya. (Al-Asas fit Tafsir jilid 9 hal. 531).
Oleh karenanya, dalam jihad bagi mereka yang tidak turut serta terjun ke medan perang hal utama yang dituntut adalah keberpihakan. Hal itu karena keberpihakan masuk dalam ikhtibar (ujian) sebagaimana disebut dalam ayat tadi. Atau dengan kata lain, andaipun anda tak ikut berjhad, setidaknya cintailah mujahidin. Karena barangsiapa yang mencintai suatu kaum, kelak ia akan bersama dengan mereka. Seperti yang Nabi SAW sabdakan,
“Seseorang itu akan bersama dengan yang dia cintai dan dia memperoleh apa yang dia usahakan." – H.R. At-Tirmidzi nomor 2386
Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Al-Ahwadzi (7/51) menerangkan maksud "dan dia akan memperoleh apa yang dia usahakan", ialah bahwa seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai atau idolai. Lantas ia akan diganjar pahala dari usahanya tersebut.
Maka cintailah para mujahidin, meski di dunia mereka menderita dan tersiksa. Bisa jadi di akhirat kelak, merekalah saksi yang membuat kita mendapatkan rahmat Allah. Menjadi saksi bahwa kita berada di pihak para pejuang untuk membela kebenaran.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!