Masa Senja Megawati, Lihatlah Era Jokowi

Masa Senja Megawati, Lihatlah Era Jokowi
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri / Foto Istimewa

Jika ingin menengok masa senja Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, lihatlah Jokowi. Apa yang dibangun oleh Megawati bagi republik ini? Lihatlah kiprah Jokowi di era kekuasaannya.

Bukankah Jokowi hanya sekadar petugas partai? Bukankah kebijakan Jokowi selama ini di-back up total oleh legislator dan Ketua DPR dari PDIP? Mengapa tiba-tiba mereka berkelit atas kinerja Jokowi?

KPK sebagai trigger mechanism, berarti mendorong atau sebagai stimulus, agar pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. KPK dibentuk tahun 2002, di era kepresidenan Megawati Soekarnoputri. Sekarang bagaimana kabarnya KPK di usia senja Megawati? Sangat memprihatinkan. KPK menjadi bagian “pendukung” korupsi dengan kiprah ketuanya. Banyak polemik dari perilaku yang tak pantas dilakukan oleh sang Ketua KPK. Dari soal pemerasan hingga baru ditandatanganinya surat penangkapan terhadap Harun Masiku yang sudah bertahun-tahun didiamkan.

Jokowi tak mau meninjau ulang revisi UU KPK pada 2019 yang melemahkan lembaga tersebut. Dia pun diam ketika KPK “membuang” para punggawa yang kredibel dalam pemberantasan korupsi dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. KPK secara kelembagaan dan operasionalnya dilemahkan. Hingga kader Megawati yang maju Pilpres pun memberikan nilai 5 untuk kasus penegakan hukum.

APBN dijadikan jaminan hutang proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Sekarang, jaminan ini tidak berpengaruh. Namun, jika terget pendapatan proyek ini tidak sesuai dengan estimasi awal sehingga PT KAI tidak bisa membayarnya, maka APBN yang harus menanggung cicilan dan hutangnya. Baru kali ini APBN dijadikan jaminan hutang yang bukan hutang pemerintah. Bukankah PDIP itu partai wong cilik? Mengapa jaminan hutang dari APBN digunakan untuk kepentingan yang kaya?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagaimana nasibnya? Anggota III-nya sudah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek pembangunan BTS. Anggota VI-nya sedang proses penyidikan korupsi pengkondisian temuan BPK di Kabupaten Sorong. Sebelumnya, tahun 2021, anggota IV-nya divonis 4 tahun penjara dalam kasus rekayasa opini temuan.

Baca juga: Manuver Pasca Tetap Berjalannya Pilpres 2024 “yang Tak Diinginkan”

Lembaga pemeriksa sudah menjadi salah satu lumbung korupsi. Sebab, pemeriksanya berasal dari para politisi Senayan juga. Lembaga negara bukan untuk menciptakan keseimbangan dalam tata kelola pemerintahan yang baik, tetapi sasaran empuk para politisi. Berbagai kue kekuasaan menjadi amat nyata di era petugas partainya PDIP.

Pemerintan Jokowi sudah 6 kali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Terakhir, kenaikan BBM terjadi pada September 2022. Apakah ada drama menangisnya Megawati? Adakah demo besar-besaran para kader PDIP? Adakah perjuangan ekstra keras dari Jokowi untuk menahan laju kenaikan BBM? Tak terdengar lagi suara perjuangan wong cilik. Suara wong cilik hanya hadir ketika tidak berkuasa dan saat mendekati Pemilu saja. Legislator dan Presiden dari PDIP sama-sama tak menggubris kenaikan BBM.

Republik serasa kerajaan. Republik hadir untuk mencegah feodalisme yang berpotensi menyuburkan penindasan. Namun, sekarang kekuasaan negara dipola dalam gengaman keluarga. Marwah Mahkamah Konstitusi dihancurkan harga dirinya demi sang putra bisa menaiki singgasana. PDIP menentang karena kepentingan kemenangan Pilpresnya. Andaikan bersatu menjadi calon dari PDIP, semuanya bakal bungkam. Seperti proyek food estate, dahulu memuji, saat berbeda haluan Pilpres, menjadi memaki.

Rektor Perguruan Tinggi Negeri diangkat oleh Presiden dengan dalih meredam ideologi selain Pancasila. Kampus pun terbungkam. Kritik kepada penguasa seringkali dimasukkan delik penghinaan. Mimbar bebas akademik tiba-tiba dibatasi. Era reformasi terasa era Orde Baru.

PDIP lahir menjelang era reformasi. Dulu PDIP mendeklarasikan paling reformasi. Namun, saat petugas partainya berkuasa, ternyata terasa neo orde baru. Masa senja Megawati ternyata berkebalikan dengan saat dia memulai langkah politiknya di era reformasi. Apakah politik memang menghancurkan idealisme?

Jokowi berjuang keras menggenjot pembangunan infrastruktur dan investasi dengan undang-undang Ominibus Law-nya. Tujuannya agar target pertumbuhan ekonomi 7% tercapai. Namun, ternyata tetap pada angka 5% saja.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.