Memaknai Kembali Demokrasi: Berkah atau Musibah?

Memaknai Kembali Demokrasi: Berkah atau Musibah?

Sejak dulu, demokrasi menjadi diskursus yang tiada henti diperdebatkan. Sebab, unsur-unsur yang ada di dalamnya juga produk turunannya bisa menjadi berkah sekaligus belati yang menusuk dari belakang. Misalnya, kondisi huru hara pasca pilpres yang semakin gaduh sejak MK menolak gugatan peserta Pemilu nomor urut 01 dan 03 di hasil sidang PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) 2024 yang menyisakan pro dan kontra.

Kita tentu sepakat, seharusnya keputusan MK tidak hanya final and binding di dunia tetapi juga di akhirat. Menyelaraskan rule of law dengan rule of etic adalah kewajiban hakim dalam merumuskan keputusannya. Sudah seharusnya, etika berada di atas hukum. Keadilan substansif harus menjadi panglimanya.

Walau begitu, sejarah akan mencatat bahwa dissenting opinion tiga hakim MK yang baru terjadi kali ini menorehkan tinta emas keberanian dan daya juang. Paling tidak, itu menunjukkan bahwa ada pengakuan kebenaran bukti, fakta, dan data kecurangan Pemilu di lapangan, sebagai pembelajaran bagi rakyat dalam berdemokrasi dan berpikir kritis.

Kami akan meninjau kembali definisi demokrasi dan pengakuan hak asasi manusia”. Itu pernyataan Perdana Menteri Inggris (ketika itu), Tony Blair, beberapa saat setelah terjadi pemboman di beberapa stasiun kereta api di London, 2005.

Membincangkan demokrasi, maka pernyataan sekian tahun lalu dari seorang yang sering sekali mendengungkan dan mempropagandakan demokrasi itu seolah menjadi sebuah evaluasi tentang perjalanan panjang demokrasi. Disadari atau tidak, demokrasi menjadi sebuah wacana mendunia yang harus dikaji kembali, mulai dari sisi konsep sampai implementasi real di lapangan.  Kenyataannya, seperti dikatakan Perdana Menteri Tony Blair, secara konsepsional pengertian demokrasi menjadi sebuah definisi yang tidak tunggal dan statis.  Bahkan, sangat mungkin, pengertian demokrasi menjadi sangat menyimpang, tergantung banyak kepentingan yang kemudian melatarinya.

Apa Itu Demokrasi?

Demokrasi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu demos (berarti rakyat) dan cratein (berarti aturan atau pemerintahan). Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyat turut serta memerintah dengan perantara wakilnya (pemerintahan rakyat).

Baca juga: Hak Perempuan dan Lelaki dalam Islam: Bukan Sama tetapi Adil

Pada awal pertumbuhannya di masa Yunani kuno (abad 6 SM - 3 SM), demokrasi adalah bentuk pemerintahan dari dan untuk rakyat. Tetapi sistem ini hilang sejak Romawi dikalahkan oleh Eropa Barat.  Ini berlangsung hingga benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400 M) ketika masyarakat berstruktur sosial feodal dan kekuasaan tertinggi ada pada Paus serta para pejabat agama Kristen.

Demokrasi mulai bersemi di Eropa sejak bangsa Inggris berhasil menelurkan piagam Magna Charta (piagam agung) pada 1213 tentang pembatasan kekuasaan raja. Pada abad ke – 16, muncul sebuah zaman yang menjadi penanda zaman pencerahan yang dikenal sebagai zaman Renaissance yang berpengaruh di Eropa Utara dan Selatan. Kedua kejadian itu menjadi inspirasi dan gagasan demokrasi baru yang akan mendobrak dasar pemerintahan otoriter.

Dan terjadilah revolusi Prancis pada abad ke-8 dan revolusi Amerika melawan kolonialisme Inggris. Akibat pergolakan itu, pada abad ke-19 gagasan demokrasi mewujud sebagai program dan sistem politik. Pada tahap ini, demokrasi masih terbatas pada kesamaan hak, kemerdekaan individu, dan hak pilih. Pada perkembangannya saat ini, demokrasi menyatakan diri berdiri di atas banyak sendi yang mengatas namakan HAM, kebebasan, menerima aspirasi, anti diskriminasi, menghormati minoritas suku dan agama, mendukung pluralitas, toleransi, multi partai, pemilihan parlemen, dan lain-lain.

Ambiguitas Demokrasi dalam Standar Ganda Barat

Lewat sejarah panjang tersebut, Barat menganggap bahwa demokrasi sudah merupakan produk peradabannya yang tertinggi.  Mereka selalu saja ingin memaksakan demokrasi kepada bangsa yang tidak mau menerimanya.  Sebut saja negara Kuba yang berhaluan sosialis-komunis dan menganut sistem partai tunggal, Partai Komunis Kuba. Amerika Serikat sebagai negara yang sering menyebut dirinya ikon demokrasi tak henti-hentinya mengembargo ekonomi Kuba selama bertahun-tahun. Hal itu menyebabkan Fidel Castro dan rakyat Kuba tak surut untuk juga melawan hegemoni Barat, khususnya berbagai kebijakan Amerika.

Lain halnya dengan negara-negara yang mau menerapkan demokrasi di negerinya. Barat akan mendukung dan merestui mereka walau pada faktanya mereka sendiri menerapkan standar ganda yang menjadi duri dalam daging bagi negara-negara yang menerapkan demokrasi itu sendiri. Standar ganda ini semacam kemunafikan model baru yang dibungkus dengan banyak hal yang seolah indah. Di satu sisi inilah yang dikatakan, di lain sisi itulah yang diterapkan.

Baca juga: Hari Bumi: Perlu Paradigma Tauhid dalam Upaya Menjaga Kelestarian Alam

Standar ganda dalam demokrasi yang diterapkan Barat ini rupanya tidak hanya hitungan satu-dua.  Banyak luka yang tersisa dan belum sembuh akibat penerapan demokrasi yang dipaksakan ini. Dulu, tahun 2007, teringat saat Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi PBB 1747 tentang penjatuhan sanksi kepada Iran atas tuduhan kepemilikan nuklir. Ini merupakan satu contoh standar ganda Barat. Betapa tidak? Israel dan Amerika yang merupakan dalang utama pendudukan tanah Palestina selama berpuluh tahun itu tidak pernah tersentuh oleh pertanyaan tentang nuklir, hanya karena segelintir mekanisme kepemilikan hak veto yang dipunyai Amerika. Bahkan, Amerika dan sekutunya bisa menggagalkan sebuah resolusi yang dikeluarkan PBB jika tidak menguntungkan kepentingan mereka.

Lalu bagaimana nasib Palestina hingga hari ini? Luka Palestina akhirnya semakin dalam saja karena pelanggaran HAM dan penindasan Israel dan Amerika tidak mendapat perhatian yang cukup layak dari dunia. Kebohongan dan hoaks yang dibuat para buzzer disebar seolah Israel adalah korban HAMAS. Kita melihat faktanya di mana-mana, bagaimana sejak 7 Oktober 2023 Palestina mengalami serangan besar-besaran dari Israel, juga genosida terhadap warga Palestina. Begitu berdarah dan membuat warga dunia bersuara keras, di jalanan sampai di parlemen. Ribuan warga meninggal karena gempuran bom, tembakan, siksaan karena pembatasan makanan dan listrik, juga berbagai penderitaan lainnya yang tak terperikan.

Sebagaimana penderitaan Palestina, negeri 1001 malam pun tak luput dari invasi Amerika. Kita masih ingat Irak yang sejak digantungnya Presiden Saddam Hussein belum juga mendapat kepastian hak merdeka secara demokratis. Padahal, dengan dalih penegakan demokrasilah, Amerika akhirnya memporak porandakan infrastruktur Irak dan luka psikologis rakyat Irak akhirnya semakin menjadi. Bahkan, milisi pejuang Irak saat itu masih terus mengadakan perlawanan terhadap tentara Amerika yang masih menduduki Irak. Sepanjang tahun itu diketahui sejumlah korban sebanyak 1.861 dari rakyat sipil. Jumlah yang fantastis.

Mungkin ini hanya segelintir kisah dari banyak kisah pahit tentang standar ganda demokrasi yang diterapkan oleh Barat yang harus kita renungkan kembali dan kita sikapi dengan bijak. Sudah selayaknya kita menjadi lebih hati-hati lagi dengan berbagai slogan manis Barat tentang demokrasi dan turunannya.

Sebenarnya, standar ganda ini juga terjadi di negeri kita yang sering disebut “Wakanda”. Jika berhadapan dengan rakyat jelata, hukum begitu tegas. Sebaliknya akan lentur bahkan tumpul untuk para tokoh di sekeliling penguasa dan si kaya. Kelemahan hukum menjadi cikal bakal korupsi dan dikeruknya sumber daya alam secara fantastis.

Sampai usia 25 tahun reformasi, cita-cita reformasi untuk menghapus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) pupus! Soeharto tumbang, tetapi KKN masih ada. Hanya berganti pemain.

Wallahu a’lam bishowab.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.