Tanggal 21 April baru saja berlalu. Saat ini, masih di suasana Peringatan Hari Kartini, mari mengenang sosok kakak dan adik, Kartono dan Kartini.
Anda pasti sudah tahu, Kartono atau Raden Mas Panji Sosrokartono adalah kakak kandung Raden Ajeng Kartini. Anda juga pasti tahu, Kartono adalah mahasiswa Indonesia yang pertama kali merasakan bangku kuliah di negeri Kincir Angin. Tepatnya di Universitas Leiden, Belanda. Negara Sang Penjajah saat itu.
Anda juga pasti sudah tahu, Kartono adalah manusia pertama dari Nusantara yang menguasai beragam bahasa asing (baca: poligot). Kabarnya, ia menguasai 24 bahasa dari beragam negara dan 10 bahasa daerah. Dahsyat kemampuannya. Kemampuan itu amat berguna saat ia menjalani profesi wartawan dalam Perang Dunia Pertama dan menjadi Penerjemah di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca juga: Seorang Guru Bernama Kiai Haji Sholeh Darat
Anda pun pasti sudah tahu, Raden Kartono sering mengirim literatur kepada adiknya. Akibat seringnya membaca kiriman berupa buku-buku, surat kabar, jurnal, dan majalah dari kakaknya di Belanda, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat mengalami revolusi pola pikir. Kartini bersama dua saudara perempuannya, Kardinah dan Roekmini, lantas menggugat tatanan feodal dan memprotes segala tata krama yang merepotkan gerak tubuh serta mengekang pemikiran para wanita. Nusantara berguncang.
Anda juga pasti sudah tahu, Trio Semanggi (Julukan untuk Kartini, Kardinah, dan Roekmini) adalah wanita-wanita pilihan dari Pulau Jawa (baca: Indonesia), yang mampu membaca dan menikmati beragam buku, surat kabar, dan jurnal dalam beragam bahasa asing. Mereka amat rakus terhadap beragam ilmu.
Anda juga pasti sudah tahu, KH Muhamad Sholeh bin Umar (Mbah Sholeh Darat) adalah guru terbaik buat Kartini. Beliau menghilangkan dahaga Kartini yang haus akan agama Islam. Bagi Mbah Sholeh Darat, Kartini adalah santri kalong kesayangannya. Ia adalah santri yang ayu, cerdas, dan kritis.
Anda juga pasti sudah tahu, meski Pahlawan Nasional Kartini berumur pendek (di usia 25 tahun menghadap Ilahi), tetapi beliau mampu mengguncang dunia dan menginspirasi jutaan orang dengan kekuatan tulisan-tulisannya. Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jejak digital.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!