Ada 2 pop culture Asia Timur yang memiliki basis penggemar paling banyak di Indonesia saat ini. Masing-masing basis fans (fan base) cenderung tidak akur meski sama-sama mengidolakan wujud yang (hampir) tak nyata. Yup, Ada Wibu Dan K-Popers. Wibu mudahnya adalah sebutan untuk se(kelompok)orang yang menggemari produk budaya Jepang. Mulai dari film, arsitektur, musik, anime, makanan, bahasa, atau bahkan gaya hidup. Sementara K-Popers seperti namanya adalah penggila K-Pop yang merupakan sub-genre musik pop dari korea.
Biasanya di jagat maya kita bisa menemukan kelakar Wibu terhadap KPopers dengan menyebut fans plastik. Karena sebagian idola kultur pop korea telah mengubah bagian wajah dengan teknologi medis alias oplas. Dimana "plas" nya adalah plastik. Perlu digaris bawahi, bahwa yang selanjutnya dibahas tertuju khusus untuk kelompok fanatik tanpa akal sehat. Karena sebagian masih berhasil mempertahankan kewarasannya.
Tak habis akal, K-Popers juga sering terlihat mengomentari Wibu dengan nada sinis seperti "Wibu bau bawang", atau "Wibu nolep". Hal ini didasari stigma Wibu sebagai anak muda tanpa kehidupan sosial. Wibu sendiri memiliki percabangan budaya. Dianggap paling ekstrim jika sudah menjadi pecinta anime garis keras sampai menonton marathon anime lawas seperti Evangelion, full metal alchemist, Atau yang belum terlalu lama dan supaya terkesan edgy macam tokyo ghoul.
Baca Juga : Hijrahfest Bandung: Syeikh Assim Ungkap Potensi Perilaku Tidak Murni dan Siasat Setan
K-Pop memiliki sejarah panjang yang bisa ditarik sampai tahun 80-an. Tapi itu kepanjangan, mari kita pangkas menjadi 2000an. Identitas musik K-Pop banyak dipengaruhi unsur rap, rock, dan techno Amerika. Diferensiasinya berada pada koreografi dance yang kadang jadi lebih banyak dari unsur musiknya. Tarian pada musik K-Pop terkesan lebih personal untuk menonjolkan persona masing-masing member. Karena K-Pop bukan hanya tentang musik, tapi tentang idola. Persona idola yang menjawab fantasi bintang di tepian garis antara sulit dengan mudah digapai menjadi poin menarik dari industri K-Pop.
Di Indonesia dan banyak belahan dunia barat, tahun 80an sampai 2000an awal budaya musik Jepang sebagai representasi Asia Timur telah lebih dulu booming dengan musisi seperti maria takeuchi sampai band rock "l'arc en ciel". Salah satunya karena sudah banyak anime yang ditayangkan secara global. Sebut saja naruto, one piece, astro boy, doraemon, dll.
Menghantam musik dengan musik mungkin bisa saja dilakukan, tapi memakan waktu yang cenderung lebih lama. Disinilah poin menarik itu menjadi kunci. Idola dianggap sebagai sosok yang sulit digapai. Musiknya terkesan megah. Konser dengan balutan cahaya panggung dengan posisi yang jauh. Kehidupan Rockstar terkesan free will yang tidak cocok dengan keseharian masyarakat kebanyakan. Bagaimana jika idola adalah sosok indah yang diperlihatkan sebagai "malaikat" berwujud manusia. Good looking, penyayang, kesehariannya diperlihatkan sebagai manusia biasa yang bisa punya salah.
Baca Juga : Hijrahfest Bandung 2023: Mengukuhkan Ukhuwah dan Menginspirasi Industri Halal
Maka K-Pop fokus pada persona idol dimana musik, aransemen, dan tarian, cara jalan, sampai cara makan diperuntukkan untuk mendukung persona tersebut. Ditandai dengan hallyu wave yang dipelopori gen 2 K-Pop, sub genre ini menjelma menjadi raksasa industri. Girls generation, big bang, wonder girls,rain, Suju, Dan semacamnya menjadi generasi yang jasanya dalam menyebarkan wabah K-Pop tidak bisa ditolak sejarah.
Berbeda dengan Wibu terutama penggemar anime dimana impiannya hanya bisa jadi impian, idola K-Pop menimbulkan kesan seolah masih bisa digapai. Meski mari kita melihat dari kacamata manusia waras, tetap sama-sama (hampir) mustahil digapai. Tapi K-Pop dianggap oleh salah satu pendakwah mantan K-Popers yakni Fuadh Naim lebih sulit untuk sembuh. Fuadh Naim sendiri aktif di media sosial dan kini aktif menyampaikan dakwah lewat stand up comedy. Isu yang banyak dibahas tentunya sebagian besar sekitar K-Pop.
Ketika Fuadh ditanya pada acara "Hijrah Fest Bandung Bedas 2023" saat menjadi pembicara, bahkan ia tidak ingin anaknya menjadi K-Popers. "kalau emang harus memilih nih ya, mending anak gua jadi Wibu. Jelas kalaupun aurat, masih 2D. Kalau K-Pop, aduh aduh aduh itu auratnya beneran," ujar Fuadh sembari disambut gelak tawa peserta acara.
Fuadh juga menambahkan ada semacam ikatan antara Wibu dengan anak rohis." kan kalau Wibu tuh sama anak rohis kayak udah sepakat jaman sekarang. Di jakarta biasanya anak rohisnya itu Wibu", tambah Fuadh.
Jadi mending mana nih?
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!