Jujur saja dan jangan ada dusta di antara kita, sering kita sangat sulit menerima kenyataan saat dizalimi orang. Apalagi jika yang berbuat zalim adalah orang-orang terdekat, khususnya pasangan kita. Bayangkan, orang yang seharusnya menyayangi dan mengasihi kita justru dialah yang berbuat zalim pada diri kita. Ini adalah kenyataan pahit sepahit-pahitnya. Sesak sekali rasanya. Itulah mengapa luka dalam hati serasa begitu dalam, perih, pedih, dan amat menyakitkan. Berapa banyak orang yang sanggup begitu cepat dan mudah memulihkan luka berat seperti itu? Jarang, bahkan sangat jarang. Kecuali Allah yang memberikan kemudahan.
Yang kedua adalah saat harapan kita menguap pergi dan hilang seakan ditelan bumi. Ini pun masih sangat erat hubungannya dengan hal pertama, yaitu terkait dengan pasangan. Seakan tak ada luka hati yang begitu perih dan menyakitkan selain daripada harapan menikah dengan seseorang yang sangat dicintai namun kandas di tengah jalan.
Bacalah misalnya kisah cinta Qais dan Laila hingga terkenallah cerita cinta Majnun Laila. Atau sahabat Mughits dan Barirah, yang begitu menguras air mata seorang lelaki yang penuh cinta. Atau Umar bin Abdul Aziz, juga Sayyid Quthb. Semuanya tentang harapan indah yang melambung setinggi langit namun tak jadi kenyataan. Kisah-kisah mereka tentang kasih tak sampai ini akhirnya melukis goresan-goresan kesedihan hati di lembaran kanvas hidup mereka, dan kita yang membaca. Maka siapakah gerangan yang sanggup begitu cepat dan mudah memulihkan hati yang begitu perih penuh luka seperti itu? Jarang, bahkan sangat jarang. Kecuali Allah yang memberikan kemudahan.
Tetapi tetap ada obatnya. Tak mungkin Allah turunkan ujian tanpa diberi jalan keluar, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, bahwa Allah tak menurunkan suatu penyakit melainkan Allah juga turunkan obatnya. Tetapi memang pada kenyataannya tak setiap obat, bahkan tak semua obat, lantas langsung bisa menghilangkan penyakit dan menyembuhkannya. Begitu juga dengan obat hati yang Allah berikan buat menyembuhkan luka hati akibat dizalimi orang atau harapan yang melayang. Kadang butuh waktu pencarian yang sangat lama, dan selepas didapatkan pun masih memerlukan waktu pengobatan yang juga sangat lama. Semua bergantung pada kondisi seberapa parah luka hati kita. Tetapi tetap, hal penting pertama adalah menemukan obatnya dulu.
Baca Juga : Bergesernya Pilar Ibadah Kita
Lalu apakah gerangan obatnya? Sebelum menemukan obat penyembuh luka hati, ada baiknya kita ketahui penyebab utama yang membuat kita sulit menerima kenyataan bahwa kita dizalimi oleh orang dan kenyataan bahwa harapan kita tinggal harapan.
Hati kita adalah tempatnya rasa, dan saat ada ujian kezaliman pada diri kita, maka rasa yang muncul dalam hati adalah kemarahan dan kebencian. Bahkan bisa sampai rasa dendam. Sedang saat ujian harapan yang hilang, maka hati kita akan dihinggapi rasa sedih dan nelangsa. Tetapi bagaimana bisa semua rasa tersebut selalu muncul hingga terasa berkepanjangan, seakan tak ada jeda waktu untuk sejenak hilang?
Tentu jawabannya adalah karena setan yang punya peran memainkan semua itu. Sebab ada yang mereka harapkan pada hati kita yang tak kunjung pulih. Ia bersuka cita jika ada hati yang senantiasa baper (terbawa perasaan, red) dan tak mampu untuk move on.
Pertama, setan akan meletakkan perangkap-perangkapnya untuk menjebak hati kita agar tak pernah hilang ingatan terhadap orang yang berbuat zalim kepada kita. Dan tak hilang ingatan terhadap orang yang pernah menumbuhkan bunga cinta dalam hati kita.
Bukankah sering dan selalu bisa terbangkit rasa marah dan kebencian kita saat ada kabar yang kita dengar dan kita baca, tentang orang yang berbuat zalim kepada diri kita? Ketika orang yang menzalimi kita tersebut masih eksis di depan mata kita, kabar tentang dia masih berseliweran di sekitar kita, seakan sepak terjangnya masih menghiasi semua sudut kehidupan kita, di saat itulah kita akan selalu mengingat seluruh kezalimannya. Di situlah kita tak mampu ridho. Kita tak bisa menerima kenyataan bahwa orang yang menzalimi kita itu masih eksis padahal kita sangat berharap ia habis dan hilang dari kehidupan kita. Rasanya sangat tak sudi jika ada orang zalim yang belum mendapatkan hukuman setimpal atas kezalimannya. Itulah kecamuk rasa yang setan inginkan dari hati kita, yaitu selalu marah dan benci yang mampu meledakkan dendam berkepanjangan atas orang yang pernah menzalimi kita. Setan pun bergembira saat perangkapnya sukses menjebak kita.
Ujian kedua, yaitu ujian kasih tak sampai, selalu membangkitkan rasa sedih dan nelangsa. Bagaimana mungkin hati kita tak sedih dan nelangsa saat orang yang kita cintai tak mungkin lagi berada di sisi?
Dan kadang bukan hanya itu yang paling membuat sesak dada dan perih hati. Melainkan saat kita membaca dan mendengar kabar, bahkan kita melihat dengan mata kepala sendiri, justru orang yang kita cintai tersebut telah bersama orang lain, saling sayang menyayangi dan kasih mengasihi justru dengan orang lain. Itulah kisah cinta nelangsa seorang Mughits saat cintanya yang penuh gelora kepada Barirah kandas di tengah jalan. Hingga ia memohon-mohon untuk bisa membersamai perempuan yang sangat ia cintai itu pun tak pernah bisa. Barirah tetap meninggalkan Mughits. Ia memang memiliki hak untuk memilih laki-laki lain, bukan Mughits. Bayangkan, bahkan Rasulullah SAW pun mengizinkan Barirah, dan tak menyuruh dia kembali kepada Mughits. Semua jalan pun tertutup.
Coba, misalnya kisah cinta kita sebagaimana Mughits, pasti hati sangat perih. Harapan yang sudah membuncah berakhir musnah. Ditambah lagi ada orang lain sebagai pengganti. Inilah yang membuat hati selalu baper dan susah move on. Dan sama, perangkap setan pun menjebak hati kita agar selalu mengingat orang yang kita cintai. Nyatanya, orang yang sangat kita cintai tetap eksis, tetapi tak bersama kita.
Baca Juga : Lima Cara Menjaga Keimanan dan Ketakwaan kepada Allah SWT
Itulah dia beratnya penyakit yang melukai hati kita hingga menorehkan goresan-goresan perih yang susah buat disembuhkan. Maka pastilah menyembuhkan dan memulihkannya perlu obat mujarab dan paten. Tak bisa dengan obat-obatan generik yang biasa ada di pasaran.
Obat mujarab dan paten tersebut pastinya sudah Allah sampaikan resepnya dalam syariat. Di Al Qur’an maupun dalam sunnah Rasulullah.
Dulu Rasulullah SAW pernah mengajarkan ridho akan takdir kepada sahabat-sahabatnya dari kalangan Muhajirin saat mengadukan kondisi mereka yang tak sanggup berinfak sebagaimana orang-orang Anshar. Maka beliau sampaikan, "Itulah keutamaan yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki."
Nasihat yang sangat halus, agar hati mudah untuk menerima semua catatan takdir yang telah Allah tuliskan untuk mereka. Bahwa segala sesuatu sudah dicatat, pena sudah diangkat, dan lembaran telah mengering. Seakan beliau hendak menyampaikan secara tegas, "kalau sudah takdirnya lalu mau apa?"
Adanya orang zalim sudah tercatat, dan siapa yang dizalimi pun sudah tercatat. Siapa yang menjadi jodoh kita sudah tercatat, dan cinta kita kandas di tengah jalan atau tidak pun sudah tercatat. Semua harus diterima dengan hati ridho penuh keikhlasan.
Yang pasti...
Jangan pernah hidup kita hanya menjadi mainan dan bulan-bulanan setan gara-gara orang yang menzalimi kita masih hidup, belum binasa, dan belum mendapatkan hukuman setimpal atas kezalimannya. Serugi-ruginya kita sebagai pihak yang dizalimi, tetap dalam pandangan syariat masih lebih rugi orang yang menzalimi kita. Maka jangan sampai kita sama-sama setingkat dalam kerugian dengan mereka, dikarenakan kebodohan kita sendiri yang tak bisa menerima takdir. Kita hanya rugi di dunia, tetapi kita tak akan bawa dosa-dosa kezaliman hingga ke akhirat.
Kadang kita terlalu bodoh menukar pahala kesabaran kita dengan selalu menumbuhkan rasa marah, dendam, dan kebencian. Jangan pernah hidup kita hanya menjadi mainan dan bulan-bulanan setan gara-gara kasih kita yang tak sampai. Tak ada takdir Allah buat orang beriman yang tak baik, meski di hati kita terasa sesak dan memerihkan. Semua akan diganti oleh Allah. Tinggallah kita, apakah mau diberikan ganti yang lebih baik oleh Allah atau tidak.
Terakhir, jangan pernah mengeluhkan panjangnya masa buat memulihkan hati. Sebab, tak ada rasa tenteram tanpa pengorbanan.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!