Semua Artikel Menarik di Rubrik Sabili.id (Page 2)

Kali ini, catatan perjalanan Dr. Prita Kusumaningsih, SpOG mengisahkan pengalaman dia bersama Tim BSMI di Desa Simpang Mulia, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireun, Aceh. Di sana, polindes (Pondok Bersalin Desa) hanya tersisa dinding depan. Pintunya hampir lepas, terayun, tertahan engsel.

Bencana monsun di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, telah menelan ratusan korban jiwa, menyebabkan puluhan ribu rumah rusak parah, serta membuat infrastruktur utama lumpuh. Ribuan warga mengungsi dan jaringan jalan strategis nyaris runtuh. Di saat seperti itu, gajah pun hadir membantu.

Ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan kepada presiden bahwa 93 persen listrik di Sumatera sudah pulih, banyak warga merasa bahwa itu bertolak belakang dengan kenyataan yang mereka alami. Bagi mereka, angka itu sangat keliru dan terasa jauh dari kondisi lapangan.

BNPB mencatat, sampai 8 Desember 2025, 904.100 warga Aceh masih mengungsi akibat banjir dan longsor. Sebanyak 389 orang meninggal dunia. Ribuan lainnya terluka. Selain itu, ribuan rumah hancur, desa-desa rusak, fasilitas umum lumpuh, dan jalur penghubung antar desa terputus.

Ketika hutan hilang, bukan hanya pohon yang runtuh, tetapi juga ekonomi rakyat. Petani kehilangan lahan garapan, nelayan sungai kehilangan ikan, masyarakat adat kehilangan rumah dan identitas mereka. Anak muda pun terpaksa meninggalkan desa dan menjadi buruh murah di kota.

Seorang bayi berusia dua bulan, Fathan, ditemukan masih hidup setelah semalaman terombang-ambing di tengah banjir bandang dan terkubur lumpur separuh badannya. Kisah Fathan adalah alarm yang seharusnya menggugah kesadaran kolektif umat Islam. Ia adalah mandat agama.

Kerusakan ekosistem alam tidak bisa hanya diselesaikan dengan mencabut izin perusahaan berkinerja buruk, karena pada akhirnya semua sudah terlambat, banjir kini telah menelan korban ratusan jiwa. Banjir dan longsor juga mengakibatkan perekonomian lumpuh dan ratusan desa hilang.