Rohingya, Saudara yang Terbuang

Rohingya,  Saudara yang Terbuang
Pengungsi Rohingya yang baru tiba di wilayah Pidie, Provinsi Aceh - Indonesia / Sabili.id

Miris nian nasib muslim Rohingya. Sejak masuknya Islam ke Arakan pada abad kedelapan di masa Khalifah Harun Al Rasyid, selama berabad-abad mereka hidup damai dan tenteram. Bahkan mereka mempunyai pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat sepanjang tiga setengah abad, dengan 48 raja yang memerintah di ibukota Aikab. Namun, seiring tumbangnya kekuasaan Islam di Arakan tahun 1784, nasib kaum muslimin di sana (kemudian dikenal dengan nama Rohingya) pun berubah. Terutama sejak penjajah Inggris menggabungkannya dengan Burma yang penduduknya beragama Budha. Penggabungan wilayah Arakan sebagai tanah leluhur kaum Muslim Rohingya ke dalam Burma (sekarang Myanmar) kelak menjadi akar persoalan nestapa Muslim Rohingya.

Ketika Burma meraih kemerdekaan pada 4 Januari 1948 dengan U Nu menjadi presiden, nasib mereka memang masih lumayan. Meski secara proporsial terhitung sedikit, namun masih ada muslim Rohingya yang duduk dalam pemerintahan. Begitu pun dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Namun, sejak rezim totaliter Ne Win mengambil alih kekuasaan pasca kudeta militer tahun 1962, nasib muslim Rohingya langsung meluncur ke titik nadir. Mereka bukan saja diperlakukan secara diskriminatif di segala sektor kehidupan, tetapi juga mengalami intimidasi dan penindasan yang tak terkira. Penjarahan, perampasan tanah dan aset, pemerkosaan, dan berbagai tindakan keji lain, berlangsung terus menerus. Bahkan sampai berupa pembunuhan dan pengusiran.

Junta militer Myanmar tidak sendirian dalam melakukan tindakan jahat dan keji itu. Mereka secara sengaja memprovokasi dan bahkan mempersenjatai ekstrimis Budha, salah satunya dipimpin pendeta Wiranu, untuk melakukan genosida terhadap muslim Rohingya. Kolaborasi jahat junta militer dan ekstrimis Budha itu membuat muslim Rohingya terusir secara paksa. Satu setengah juta muslim Rohingnya terpaksa mengungsi ke Bangladesh dan sejumlah negara lainnya.

Di sisi lain, pemerintah Myanmar menghapus muslim Rohingya sebagai entitas yang sah sekaligus mencabut hak mereka sebagai warga negara. Lengkap sudah nasib nestapa muslim Rohingya. Muslim Rohingya mengalami genosida (Pembersihan etnis) sebagaimana yang sekarang dilakukan zionis Israel di Gaza, Palestina. Satu-satunya alasan mengapa mereka diperlakukan tidak selayaknya manusia oleh penguasa dan kaum ekstrimis Budha adalah karena mereka muslim.

Bahkan, nasib malang yang menimpa mereka tak berkurang saat oposisi sipil memenangi pemilu Myanmar tahun 2015. Tokoh oposisi, Aung San Suu Kyi, yang digembar-gemborkan sebagai tokoh Prodemokrasi dan mendapatkan Nobel Perdamaian, tak berbuat apa-apa untuk membela nasib muslim Rohingya. Setidaknya sekadar mengembalikan hak mereka sebagai warga negara. Itu pun tidak.

Baca juga: Untuk Saudaraku Palestina

Nestapa muslim Rohingya semakin tak terperi, ketika rezim militer kembali merebut kekuasaan. Namun, sedemikian hebatnya penderitaan muslim Rohingya, hanya sedikit warga dunia yang peduli. Dari yang sedikit itu, yang paling lantang adalah Presiden Turki, Recep Erdogan. Erdogan berkali-kali mengutus Menteri Luar Negerinya untuk menginvestigasi keadaan sesungguhnya muslim Rohingya. Ia bahkan pernah mengirim istrinya, Emiine Erdogan, untuk misi yang sama, serta mengerahkan kapal perang Turki untuk menyelamatkan muslim Rohingya yang terkatung-katung di laut lepas akibat ulah mafia Human Trafficking. Mantan Wapres, Jusuf Kalla, waktu itu juga pernah berkunjung ke Myanmar untuk misi yang sama.

Di tengah penderitaan dan keputus asaan atas masa depan mereka, baik di Arakan maupun di tanah pengungsian di Bangladesh, maka setiap peluang yang dapat memberi harapan hidup lebih baik di tempat lain tentu akan ditempuh. Meski mereka harus mempertaruhkan nyawa. Di sinilah kemudian para mafia human trafficking memainkan peran. Maka, berdatanganlah rombongan demi rombongan muslim Rohingya yang diangkut kapal kayu ke perairan Indonesia, khususnya Aceh dan Sumatera Utara. Mereka yang sebagian besar perempuan dan anak-anak itu datang tanpa status yang jelas.

Indonesia memang bukan tujuan akhir mereka. Mereka hanya menjadikan Indonesia sebagai tempat transit/singgah sembari menunggu peluang ditempatkan di negara tujuan, semisal Australia. Mengapa mereka memilih Aceh dan pesisir Sumatera? Seperti dikatakan Rohmatun dan sejumlah pengungsi Rohingya lainnya, itu karena kesamaan agama serta pengalaman baik di masa sebelumnya. Mereka merasa lebih aman dan nyaman tinggal sementara di Aceh lantaran sesama muslim. Apalagi di masa-masa sebelumnya, mereka mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi.

Alasan yang sungguh logis, masuk akal, dan sesuai fitrah insaniah. Maka, tindakan sejumlah oknum mahasiswa di Aceh yang mengusir paksa pengungsi Rohingya dari gedung BMA teramat disayangkan dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Menurut dua orang tokoh Aceh, Dr. Tgk Hasanudin Yusuf (dosen UIN Ar Raniry) dan Dr. Humam Hamid, tindakan para mahasiswa itu bukan sikap rakyat Aceh. Agaknya mereka termakan oleh isu negatif ihwal Rohingya yang berseliweran di media sosial. Perilaku beberapa orang pengungsi Rohingya yang tidak patut tidak bisa dijadikan alasan untuk menyamaratakan semua pengungsi. Apalagi kebanyakan mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Bukankah Islam mengajarkan kita untuk menolong orang-orang yang terzalimi, siapa pun mereka? Apalagi jika mereka yang terzalimi itu adalah kaum yang lemah, wanita dan anak-anak? Terlebih mereka itu seiman dan seagama, yang semestinya diperlakukan sebagai saudara, sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara...” – QS. Al Hujurat:10

Baca juga: Kecele Bareng-Bareng

Jika pun ada yang harus disalahkan atas kedatangan gelombang pengungsi muslim Rohingya itu adalah badan PBB urusan pengungsi (UNHCR) dan para mafia human trafficking. UNHCR sebagai badan PBB yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengurus pengungsi itu tidak becus bekerja dan nyata-nyata gagal menjalankan tugasnya. Ketidak becusan dan kegagalan yang sama seperti terjadi di Gaza, Palestina. Padahal, UNHCR dilimpahi dana yang amat besar. Entah, apakah karena para pengungsi itu beridentitas muslim?

Kedua, mafia human trafficking yang menjadikan pengungsi Rohingya sebagai komoditas bisnis. Tindakan tegas aparat kepolisian menangkap para mafia ini sudah tepat. Tetapi harus lebih cepat dan sigap lagi bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan keamanan lainnya serta pemerintah pusat dan daerah. Orang-orang semacam mafia human trafficking ini harus diberantas sampai ke akarnya secepat mungkin.

Setidaknya ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar kasus pengungsi Rohingya tak semakin melebar. Pertama, pemerintah pusat dan daerah bekerja sama menempatkan para pengungsi itu di tempat penampungan yang aman dan memperlakukan mereka secara manusiawi. Mudah-mudahan sedikit anggaran yang dialokasikan untuk bantuan sementara itu, membuka pintu keberkahan bagi bangsa Indonesia. Bukankah “tidak ada balasan bagi setiap kebaikan kecuali juga kebaikan” – (QS. Ar  Rahman:60)? Pada saat yang sama meningkatkan dan memperketat pengawasan agar para pengungsi itu tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji.

Kedua, mendesak dan menekan UNHCR untuk memproses dan memindahkan mereka ke negara-negara tujuan sesegera mungkin. Hal ini akan memberikan kepastian nasib kepada muslim Rohingya, sekaligus mengurangi beban Indonesia.

Ketiga, memastikan tidak ada muatan-muatan politis tertentu di balik berseliwerannya isu-isu negatif tentang pengungsi Muslim Rohingya. Kita khawatir, isu negatif Rohingya sengaja ditiupkan untuk mengalihkan sekaligus menutup isu tentang merajalelanya imigran dan pekerja asing.

Wallahu a'lam bishawab.


Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.