Sa'id bin Musayyib adalah tabi'in terkenal yang merupakan salah satu dari tujuh ahli fikih Madinah rujukan di masanya. Tak perlu lagi diragukan ketokohannya di masa itu. Dia adalah orang yang menolak membai'at para khalifah di masanya karena alasan syar'i. Mungkin kalau ada “kokohiyun” di masanya, maka dia sudah akan divonis mati jahiliyyah.
Ini adalah tangkapan layar dari kitab Ath-Thabaqaat al-Kubra karya Ibnu Sa'd, cetakan Maktabah Khanji Kairo tahun 2001, jilid 7 hal. 128.
Pada riwayat pertama, Ibnu Sa'd menuliskan riwayat dengan sanad:
“Qabishah mengabarkan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari salah seorang di kalangan keluarga Umar yang berkata, ‘Dikatakan kepada Sa'id bin Musayyib, ‘Doakanlah keburukan kepada Bani Umayyah.’
Sa'id berkata, ‘Ya Allah, kuatkanlah agama-Mu, tolonglah para wali-Mu, hinakanlah musuh-Mu dalam keadaan ummat Muhammad tetap aman sentosa’.”
Riwayat ini dhaif karena tidak disebutkannya nama orang dari kalangan keluarga Umar tesebut (ini namanya riwayat mubham).
Baca juga: Baghyi Sebagai Penyebab Perpecahan Antar Orang Alim
Berikutnya, Ibnu Sa'd membawakan riwayat,
“Affan bin Muslim mengabarkan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Ali bin Zaid mengabarkan kepada kami, ‘Aku bertanya kepada Sa'id bin Musayyib, ‘Kaum Anda mengatakan bahwa satu hal yang menghalangi Anda untuk melakukan haji adalah karena tiap kali Anda melihat Ka'bah maka Anda akan mendoakan keburukan kepada Ibnu Marwan.’
Sa'id menjawab, ‘Tidak betul, bukan begitu. Justru aku mendoakan keburukan untuk mereka pada tiap shalatku (bukan saat melihat Ka'bah -penerj).’
‘Aku telah melaksanakan haji dan umrah dua puluh tahun lebih, dan aku hanya diwajibkan berhaji dan umrah satu kali.’
‘Sungguh aku melihat ada orang-orang dari kaummu yang sampai berhutang untuk melaksanakan haji dan umrah, kemudian mereka mati dan hutang mereka belum terbayar.’
‘Sungguh satu kali Jum'atan lebih aku sukai daripada berhaji sunnah atau berumrah sunnah.’
Ali berkata, "Akupun menyampaikan itu kepada Hasan (Al-Bashri -penerj) dan dia berkomentar. ‘Tidak seperti yg beliau katakan, sebab kalau seperti itu maka para sahabat Rasulullah tidak akan melakukan haji dan umrah (sunnah -penerj)’.”
Ali bin Zaid bin Jud'an
Mungkin akan ada pelajar pemula yang akan mencoba melemahkan riwayat ini lantaran adanya Ali bin Zaid bin Jud'an.
Maka kita jawab, Ali bin Zaid memang lemah kalau membawakan hadits. Tetapi kelemahannya tidaklah parah. Bahkan banyak pula yang menganggapnya tsiqah atau shaduq seperti At-Tirmidzi, dan dia bukan seorang pendusta, bahkan dia termasuk ulama terpandang di Bashrah. Itu semua bisa dilihat dalam biografinya di kitab Tahdzib Al-Kamal jilid 20 hal 434 - 445.
Baca juga: Seruan Boikot Haruslah Diiringi Kemandirian Ekonomi Umat
Di dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib, Ibnu Hajar al-Asqalani menukil pernyataan As-Saji tentang Ali bin Zaid ini: “Dia adalah Ahlu Shidq (Orang Jujur), riwayat tokoh besar akan dipercaya darinya.”
Nah, di sini dia tidak sedang meriwayatkan hadits, melainkan menceritakan pengalamannya sendiri berdialog dengan Sa'id bin Musayyib. Sehingga riwayat ini menjadi shahih. Apalagi dia meminta klarifikasi kepada Sa'id terhadap isu yang beredar.
Adapun kisah Sa'id bin Musayyib terhadap penguasa Bani Marwan yang menyiksanya sudah sangat terkenal. Insya Allah akan dibuatkan atikel khususnya.
Apakah ini bertentangan dengan pernyataan Fudhail bin ‘Iyadh?
Sebagaimana masyhur di kalangan para penuntut ilmu, ada perkataan Fudhail bin ‘Iyadh yang berbunyi,
“Kalau aku punya doa yang ampuh maka akan aku tujukan untuk penguasa.”
Kalimat Fudhail ini tidak bertentangan dengan apa yang dilakukan Sa’id bin Musayyib di atas, karena Fudhail mengatakan andai doanya terkabul maka lebih baik ditujukan kepada pemimpin yang umum, belum melihat siapa dan bagaimana personelnya, agar menjadi baik, sehingga dengan itu baik pula pengelolaan negara dan dia akan menyejahterakan rakyat. Sementara doa Sa’id adalah ketika dia telah melihat pemimpin yang sudah rusak.
Nabi Musa sendiri ketika telah melihat bahwa Fir’aun tidak akan menerima hidayah dan justru malah merusak, maka beliau pun mendoakan keburukannya, sebagaimana tercantum dalam Al Qur`an surah Yunus ayat 88:
Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan (yang banyak) dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibat pemberian itu) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang sangat pedih.” – QS. Yunus:88
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!