Skenario Penjajah Israel Agar Keluar dari Gaza Tanpa Dicap Pecundang

Skenario Penjajah Israel Agar Keluar dari Gaza Tanpa Dicap Pecundang
Seorang tentara Zionis Israel yang beroperasi di Jalur Gaza / IDF (AFP)

Dahulu Amerika dan Barat mendesak penjajah Israel tentang konsep Gaza jika dikuasainya. Sekarang Amerika dan Barat sedang mencari cara menyelamatkan wajah sang penjajah.

Gaung fase ketiga pertempuran sedang digencarkan beritanya, agar masyarakat di negara penjajah Israel merasa tenang, bahwa fase sebelumnya sudah mencapai target militer yang telah ditetapkan. Lima brigade tempur cadangan yang berjumlah 120.000 personel pun ditarik. Sebelumnya, batalyon elit Golani juga ditarik dengan alasan memulihkan mental tempur para personel.

Mereka menarik diri dari Gaza dengan alasan Gaza sudah dikuasai sehingga bersiap ke model pertempuran tahap ketiga. Namun, apa yang terjadi pada pergantian tahun 2024, saat Tel Aviv diserang dengan 27 roket Hamas, 8 roket yang tak bisa dihalau oleh Iron Dome? Bukankah itu pencapaian yang buruk? Bukankah keakuratan Iron Dome itu 90%?

Apakah penjajah Israel bisa mengandalkan gencatan senjata agar bisa keluar dari Gaza? Sampai saat ini gencatan senjata masih sulit tercapai. Sebab, gerakan perlawanan rakyat Palestina hanya menginginkan gencatan senjata permanen. Artinya, menghentikan total pertempuran yang dibarengi dengan masuknya bantuan kemanusiaan ke seluruh Gaza. Setelah itu tuntas, barulah penukaran sandera dengan pembebasan seluruh tahanan rakyat yang ada di penjara-penjara penjajah Israel.

Walau pun pemukim penjajah Israel sepertinya menerima konsep itu, tetapi penguasa aliran kanan garis keras penjajah Israel masih menolaknya dengan alasan hanya memperkuat gerakan perlawanan. Kini, yang sedang diusahakan oleh militer penjajah Israel adalah tidak lagi menguasai Gaza secara menyeluruh seperti pada awal agresi, tetapi menguasai lokasi strategis tertentu di Gaza yang secara jangka panjang akan melemahkan Hamas. Ini dilihat dari pergerakan pasukan elitnya yang dipusatkan ke Gaza Tengah dan Selatan dengan model pertempuran baru. Dimana, helikopter Apache menjadi bagian tempur serangan darat.

Sebelumnya, helikopter hanya membawa pasukan ke titik pertempuran dan membawa pasukan yang tewas atau terluka. Untuk menghadapi hal ini, Al-Qassam sudah mengeluarkan senjata anti pesawat Sam 18 yang sudah beberapa kali digunakan untuk menyerang helikopter penjajah Israel.

Baca juga: Fenomena Hancurnya Pasukan Elit di Gaza Oleh Perlawanan Bersenjata Rakitan

Target pertempuran di Gaza Tengah, terutama di Juhr al-Dik, adalah membelah Jalur Gaza menjadi dua, yaitu Gaza Utara dan Selatan. Menghambat pergerakan rakyat Palestina dari utara ke selatan atau sebaliknya. Menghancurkan suplai pangan internal rakyat Gaza yang terpusat di Gaza Tengah. Serta, dijadikan pusat komando militer penjajah Israel dan dianggap paling aman untuk kehadiran militer penjajah Israel secara permanen. Namun, apakah demikian faktanya?

Al-Duwairi, analis militer, menekankan bahwa Juhr al-Dik, yang dianggap sebagai daerah lunak yang luasnya tidak melebihi 6 kilometer, tetap masih sulit dikendalikan oleh penjajah Israel. Dan sebagian besar operasi Brigade Al-Qassam terjadi dari Juhr al-Dik, yang ditandai dengan ketepatan dan kualitas, dan hasilnya menyakitkan bagi penjajah Israel.

Target khusus strategis lainnya ada di Gaza Selatan, yaitu mengendalikan penuh rute Philadelphi dimana pintu Raffah ada di sini. Ini sebuah koridor sempit antara Jalur Gaza yang terkepung dengan Mesir. Ini merupakan satu-satunya penyeberangan yang tidak dikuasai langsung oleh penjajah Israel. Menguasai rute ini berarti sebuah keberhasilan mutlak penjajah Israel untuk mengepung Gaza.

Apakah dimungkinkan intervensi Amerika secara langsung di Gaza? Sepertinya sangat sulit. Dukungan Amerika berupa pengiriman 200 lebih pesawat kargo yang membawa peralatan militer, pemberian pesawat tempur, bantuan dana ke penjajah Israel, dan menggunakan hak veto di PBB dalam menggagalkan resolusi Dewan Keamanan telah menurunkan popularitas Joe Biden yang di 2024 ini akan bertarung dalam Pilpres.

Begitu pula dukungan Eropa terhadap Amerika terus menurun. Hal ini terlihat dari tidak ikutnya beberapa negara Barat dalam aksi maritim di Laut Merah untuk mengamankan lalu lintas pelayaran internasional atas ancaman Yaman yang telah menghancurkan pelabuhan penjajah Israel di bagian selatan.

Bagaimana skenario keluarnya penjajah Israel dari Gaza tanpa dicap sebagai pecundang? Masih tergantung dari hasil pertempuran di lapangan. Yang menang adalah yang bisa mendikte dan menentukan. Atau, seberapa beraninya penjajah Israel menanggung kehancuran ekonomi dan dukungan internasional dari agresi ini?

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.