Basis keislaman masyarakat Banten dibentuk oleh Wali Songo angkatan pertama dari Palestina, yaitu Maulana Hasanuddin dan Aliyuddin yang ditugaskan ke Banten oleh Maulana Malik Ibrahim sebagai ketua Walisongo pertama, saat baru tiba di Nusantara. Dalam perkembangan, Banten berubah menjadi kesultanan Banten pada puncak kejayaannya dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa dengan penasihatnya Syekh Yusuf Al-Makasari. Mereka berjihad melawan Belanda hingga sang sultan tertangkap dan Syeikh Yusuf Al-Makasari dibuang ke Srilanka.
Pengasingan Syeikh Yusuf Al-Makasari di Srilangka tidak menyurutkan perlawanan di Nusantara. Para jamaah haji Nusantara yang berlabuh dan singgah semantara waktu di Srilanka saat pergi dan pulang dalam menunaikan ibadah Haji, memanfaatkannya untuk belajar, mendengarkan wejangan, menulis dan menyebarkan risalah perjuangan Syeikh Yusuf Al-Makasari ke Nusantara. Nusantara terus bergolak. Belanda mengendusnya. Maka Syeikh Yusuf Al-Makasari diasingkan ke Tanjung Harapan atau Afrika Selatan saat ini.
Syeikh Yusuf Al-Makasari dijauhkan dari perlawanan terhadap penjajah di Nusantara oleh Belanda. Namun ilmu, nasihat, ajaran dan risalahnya tetap menjadi ruh perjuangan yang tak pernah berhenti. Di Afrika Selatan, Syeikh Yusuf Al-Makasari bergaul dengan para budak dan tawanan. Selama 5 tahun di Afrika Selatan, beliau mendidik mereka dengan keimanan kepada Allah. Dari sinilah lahir jiwa-jiwa merdeka yang hanya tunduk kepada sang Pencipta Alam Semesta. Jiwa yang melawan terhadap segala bentuk penindasan terhadap sesama manusia. Suasana kejiwaan ini terserap oleh Nelson Mandela, pejuang Apartheid, yang kelak menjadi Presiden Afrika Selatan.
Nelson Mandela mengalami apa yang dialami oleh Syeikh Yusuf Al-Makasari. Dipenjara dan diasingkan karena perjuangan melawan penjajah kulit putih. Kekuatan jiwa Nelson Mandela dalam berjuang terinspirasi dari Syeikh Yusuf Al-Makasari. Bahkan secara tegas Nelson Mandela menyatakan bahwa Syeikh Yusuf Al-Makasari menjadi role modelnya dalam melawan penjajah apartheid. Maka, dari pemerintah Afrika Selatan Syeikh Yusuf juga diberi gelar pahlawan pada 23 September 2005. “Salah Seorang Putra Afrika Terbaik” oleh mantan Presiden Nelson Mandela. Apakah perjuangan melawan penjajah apartheid hanya sampai terusirnya rezim kolonial apartheid dari Afrika Selatan? Jiwa-jiwa merdeka yang disentuh oleh Syeikh Yusuf Al-Makasari terus bergema di Afrika Selatan.
Afrika Selatan menyatakan sikapnya terhadap Palestina yang dijajah oleh Zionis Israel. Simpati Afrika Selatan terhadap perjuangan Palestina untuk negara merdeka sudah ada sejak mendiang ikon anti-apartheid Nelson Mandela. Pernyataannya yang terkenal pada tahun 1997, tiga tahun setelah ia menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara tersebut setelah berpuluh-puluh tahun berjuang melawan kekuasaan minoritas kulit putih: "Kami tahu betul bahwa kebebasan kami tidak lengkap tanpa kebebasan rakyat Palestina."
Baca juga: Kematian Para Panglima Menyurutkan Daya Tempur Muslimin?
Bila Syeikh Yusuf Al-Makasari menjadi inspirasi perjuangan anti apartheid di Afrika Selatan. Maka Palestina menjadi Sahabat perjuangannya. Selama perjuangan melawan pemerintahan minoritas kulit putih, Kongres Rakyat Afrika (ANC) mengembangkan hubungaan dengan Yasser Arafat dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). PLO membantu dengan dukungan material dan moral dan memandang satu sama lain sebagai sesama gerakan pembebasan.
Beberapa bulan setelah mengundurkan diri sebagai presiden pada tahun 1999, Nelson Mandela mengunjungi pemimpin Palestina Yasser Arafat di Gaza. Arafat adalah salah satu pemimpin pertama yang ditemui Mandela setelah dibebaskan dari penjara pada 11 Februari 1990. Mendiang pemimpin PLO ini termasuk di antara sekelompok pemimpin negara tetangga Afrika Selatan yang membantu perjuangan melawan apartheid. Mandela bertemu Arafat di Zambia hanya dua minggu setelah pembebasannya dari 27 tahun penjara.
Sekarang, setelah 7 Oktober 2023, saat dua puluh ribuan rakyat Palestina dibantai oleh penjajah Israel. Afrika Selatan merasakan yang pernah terjadi pada negri dan bangsanya. Afrika Selatan menarik duta besarnya dari pendudukan Israel dan menuntut Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) bertindak tegas terhadap Tel Aviv. Presidennya memimpin demonstrasi atas praktek apartheid dan genosida oleh penjajah Israel. Tidak hanya itu, Afrika Selatan pun membawa penjajah Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag Belanda pada 29 Desember 2023 atas praktek genosidanya di Gaza yang melanggar Konvensi Genosida 1948.
Afrika Selatan membuktikan bahwa penjajah ingin memusnahkan Palestina. Langkah ini semakin menambah tekanan dunia internasional terhadap penjajah Israel. Penguasa penjajah Israel dan Amerika memandang serius langkah Afrika Selatan ini. Sebab, upaya ini akan efektif memojokkan penjajah Israel yang dahulunya dipersepsikan sebagai korban, menjadi pelaku nyata genosida. Begitu pun Amerika, akan menjadi negara adi daya yang mendukung penuh genosida dengan bantuan militer, dana dan diplomasinya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!