Efek ketenaran dan keberhasilan yang cepat menyebabkan tekanan dan gangguan mental. Hal ini dialami oleh mereka yang terjun ke dunia hiburan. Efeknya antara lain percobaan bunuh diri, takut ke luar rumah, lupa cara menulis lagu, depresi, stres pasca trauma, hiperwaspada, sangat sensitif, dan kepribadian yang adiktif. Jika ketenaran saja bisa menciptakan gangguan mental, apalagi tekanan dalam pertempuran.
Militer Penjajah Zionis Israel menghadapi dua persoalan sekaligus. Pertama, dihantui ketenaran akan kehebatan infrastruktur militernya. Terkuat, tercanggih, terhebat, hingga diopinikan tak terkalahkan. Teknologinya di bawah supervisi dan bantuan Amerika Serikat. Kedua, tekanan dipermalukan oleh jebolnya pertahanan pada 7 Oktober 2023, dimana HAMAS mampu menyusup ke daerah pendudukan dan situs militernya, hingga menewaskan 300-an tentaranya dan menyandera jenderalnya.
Berada dalam tekanan psikologis, bisakah memaksimalkan kecanggihan infrastruktur dan sumber daya militernya? Al Qur'an memaparkan efek tekanan psikologis. Pertama, keluarnya pasukan yang dihantui ketakutan akan kematian. Kisah pasukan Talut yang puluhan ribu, akhirnya lari dari perang. Yang tersisa hanya 300 prajurit saja. Ketakutan menghambat gerak maju pasukan, hingga tidak sempurna menggunakan senjatanya. Tiba-tiba gagap peralatan dan teknologi tempur.
Kedua, munculnya halusinasi pertempuran. Di dalam Al Qur'an, dijelaskan bahwa orang kafir melihat jumlah kaum muslimin berlipat-lipat jumlah dan kekuatannya. Fenomena penampakan "pasukan putih" sangat menakutkan. Sebab, dapat menghancurkan peralatan tempur juga membunuh prajuritnya. Di dalam sebuah hadist, dijelaskan pula bahwa muslimin bergerak saja sudah menimbulkan ketakutan walau pun jaraknya sebulan perjalanan.
Baca Juga : Kekalahan Yahudi: Tak Bisa Melawan Ketakutannya Sendiri
Ketiga, tidak tepat sasaran dalam memanfaatkan infrastruktur serta sumber daya militer dan non militer. Di dalam Al Qur'an dijelaskan, ketika muslimin berperang, “bukan mereka yang melempar, tetapi Allah yang melempar.”
Sehingga, anak panah Saad bin Abu Waqqash selalu tepat mengenai sasaran. Sedangkan pasukan kafirin Quraisy, Romawi, dan Persia, walau pun memiliki jumlah pasukan, infrastruktur, dan sumber daya militer yang lebih banyak, namun tak bisa menghancurkan inti kekuatan muslimin.
Ganguan psikologis militer penjajah Israel sudah terlihat dari fenomena kesehariannya hingga cara bertempurnya. Misalnya, aksi prajurit Zionis Israel mengarahkan senjata canggihnya kepada anak-anak kecil dan ibu-ibu Palestina. Menembak tanpa arah sehingga korbannya jatuh dari kalangan paramedis, wartawan, serta sipil yang kebanyakan anak-anak dan wanita. Ini akibat gangguan hiperwaspada, stress, dan sangat sensitif terhadap semua situasi.
Ganguan di tingkat ahli strateginya dapat terlihat dari perilaku membumi hanguskan gedung tempat tinggal, rumah sakit, dan kamp pengungsian hingga rata. Harapannya, puing-puing bangunan akan menutup terowongan dan tidak bisa digunakan untuk mengintai dan membokong pasukan penjajah Zionis Israel. Membabibuta dan membumi hanguskan tanpa tanda-tanda keberhasilan penguasaan wilayah yang terkendali merupakan tanda gangguan mental yang menghinggapi para pengambil kebijakan dan operasional militer.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!