Tanya:
Ada pertanyaan dari donatur, kalau pernah lalai membayar hutang puasa karena haidh misalnya dan itu sudah terjadi beberapa tahun lalu apakah selain tetap qadha maka harus ditambah fidyah, dan apakah fidyahnya juga berkali lipat sesuai jumlah tahun yang terlewat?
Tim Amal Produktif, Bandung
Jawab:
Bila seseorang punya hutang puasa Ramadhan karena uzur (misalnya karena sakit atau haidh) maka dia wajib menggantinya setelah Ramadhan, sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah ayat 183 dan 185. Batas waktu penggantian itu adalah sampai masuk bulan Ramadhan berikutnya.
Bila sampai masuk Ramadhan berikutnya, ia belum meng-qadha puasa yang ditinggalkan padahal ada kesempatan untuk itu, hanya saja sengaja mengulur waktu maka menurut mayoritas ulama, yaitu madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali dia wajib membayar fidyah sebagai denda tambahan dari keterlambatannya meng-qadha puasa Ramadhan melewati waktu yang telah ditentukan tanpa uzur.
Dalil dari kewajiban fidyah sebagai denda tambahan ini merupakan fatwa dari tiga orang sahabat Nabi, yaitu Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. (Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah jilid 10 hal. 10).
Abdurrazzaq meriwayatkan dalam mushannafnya dari Ibnu Juraij, ‘Atha` mengabarkan kepadaku, dari Abu Hurairah tentang orang yang sakit lalu dia sehat tapi tidak meng-qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya maka hendaklah dia menjalankan puasa Ramadhan yang ada, lalu mengganti puasa yang ditinggalkan tahun lalu disertai dengan memberi makan satu orang miskin perharinya (fidyah). (Mushannaf Abdurrazzaq, no. 1).
Bila dia tidak menggantinya beberapa tahun maka menurut pendapat madzhab yang kami pilih, yaitu madzhab Maliki dan Hambali dia hanya wajib membayar fidyah satu kali, tidak bertambah berdasarkan jumlah tahun yang ditinggalkan. Jadi, cukup membayarkan satu kali fidyah saja untuk beberapa tahun yang terlambat qadhanya itu.
Wallahu a’lam bis shawaab.
Referensi:
- Kitab Tadrib As-Salik dalam madzhab Maliki jilid 2 hal. 178:
“Dan tidaklah berlaku kewajiban fidyah ini sejumlah dengan Ramadhan yang berlalu.”
- Kitab Kasysyaf Al-Qina’ dalam madzhab Hambali jilid 2 hal. 334:
"Tidak perlu merapel jumlah fidyah berdasarkan jumlah Ramadhan yang berlalu, karena jumlah keterlambatan tidak menambah kewajiban sebagaimana kalau meninggalkan haji beberapa tahun maka tetap saja yang wajib hanya dilakukan sekali.”
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!