Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS pada November 2024 mengundang perhatian global, khususnya bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang memberikan ucapan selamat langsung kepada Trump melalui sambungan telepon, menunjukkan keinginan untuk memerkuat hubungan diplomatik Indonesia dengan AS.
Meski kebijakan Trump kerap menimbulkan pro dan kontra, kemenangan dia dapat menawarkan peluang positif yang mungkin lebih signifikan dibandingkan dengan kepemimpinan Kamala Harris yang dianggap lebih progresif dalam pendekatan kebijakan domestik dan global. Bagi dunia Islam, Trump menawarkan pendekatan yang lebih realistis dalam kebijakan luar negeri AS, berfokus pada keuntungan ekonomi dan stabilitas politik ketimbang intervensi yang idealistik.
Di dalam hal ini, Dr. Samuel P. Huntington dari Harvard University, dalam karyanya “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order”, menyebutkan bahwa negara-negara Islam akan lebih diuntungkan oleh pendekatan yang menghindari campur tangan langsung, terutama dalam urusan kedaulatan. Kemenangan Trump dapat membuka jalan bagi dialog antarnegara yang lebih stabil dan terfokus pada kepentingan ekonomi, yang menjadi kebutuhan dunia Islam untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara besar.
Bagi Indonesia, Trump dikenal memiliki pandangan yang pragmatis terhadap perdagangan dan investasi. Ini berpotensi meningkatkan kerja sama ekonomi yang lebih konkret antara AS dan Indonesia tanpa melibatkan tekanan terkait kebijakan domestik. Pandangan pragmatis ini berbeda dengan Kamala Harris, yang kemungkinan besar akan membawa agenda hak asasi manusia dan isu-isu sosial ke dalam kebijakan luar negeri AS.
Bersama Trump, Indonesia dapat lebih bebas dalam menentukan arah kebijakan dalam negeri dan melakukan kerja sama ekonomi dengan fokus pada kemajuan industri strategis tanpa intervensi terkait isu sosial yang sering kali dianggap sensitif di negara-negara Muslim. Dari sisi politik global, kebijakan Trump yang cenderung anti-intervensi juga dapat menciptakan peluang bagi negara-negara Muslim untuk mengembangkan otonomi mereka tanpa tekanan perubahan sistem politik dari luar.
Dr. John L. Esposito, pakar studi Islam dari Georgetown University, dalam bukunya “Islam and Democracy”, menyebut bahwa kebijakan AS yang cenderung intervensif justru sering kali menghambat perkembangan politik negara-negara Islam.
Dengan pendekatan non-intervensi yang lebih jelas di era Trump, negara-negara Islam berpotensi lebih stabil secara politik dan mampu mengembangkan model pemerintahan mereka sendiri, tanpa kekhawatiran akan campur tangan langsung AS. Indonesia, dengan posisi strategis di Asia Tenggara, dapat memanfaatkan hubungan baik dengan Trump untuk memerkuat perannya sebagai mediator antara dunia Islam dan Barat.
Kedekatan Prabowo dengan Trump juga dapat membantu memerkuat posisi Indonesia dalam kerja sama di sektor keamanan regional dan ekonomi. Melalui dukungan ini, Indonesia berpeluang memerkuat daya tawar diplomatiknya, misalnya dalam isu Laut Cina Selatan dan perdagangan internasional, yang membutuhkan kerja sama strategis dengan AS tanpa harus terlibat dalam konfrontasi ideologis yang dapat muncul di bawah pemimpin AS lainnya.
Trump juga dikenal fokus pada stabilitas ekonomi global dan ketahanan energi, yang relevan bagi Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah. Seorang geopolitikus dari University of Pennsylvania, Dr. Robert Kaplan, dalam bukunya “The Return of Marco Polo’s World”, menekankan bahwa stabilitas kawasan sangat tergantung pada pendekatan realistis terhadap geopolitik.
Dengan Trump, Indonesia bisa lebih bebas untuk mengembangkan kemitraan energi dan infrastruktur tanpa tekanan terkait reformasi sosial-politik, yang sering kali diprioritaskan dalam agenda pemimpin AS dari partai Demokrat.
Secara keseluruhan, terpilihnya kembali Trump sebagai Presiden AS dapat memberikan peluang bagi umat Islam global dan Indonesia untuk menjalin hubungan yang berbasis pada kepentingan ekonomi dan stabilitas politik. Pendekatan Trump yang cenderung pragmatis dan tidak menonjolkan isu ideologis memungkinkan negara-negara Muslim mengembangkan otonomi lebih besar tanpa tekanan politik dari AS. Ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum demi memerkuat hubungan dengan AS secara lebih mandiri dan berorientasi pada kemajuan ekonomi, yang pada akhirnya bisa membawa manfaat signifikan bagi pembangunan nasional dan peran Indonesia dalam isu-isu global.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!