Yang menarik, Nabi Muhammad ﷺ menjawab pertanyaan itu dengan tenang, tanpa dalil ABCD, “Ini siasat perang.”
Hal itu menunjukkan, sebagai umat muslim kita diperbolehkan untuk menggunakan akal, sepanjang tidak keluar dari kerangka dalil. Terutama untuk hal-hal yang memang membutuhkan peran tersebut, misalnya ketika perang atau saat berpolitik. Praktiknya sedang kita saksikan akhir-akhir ini. Khususnya dalam proses pertukaran tawanan yang terjadi antara Pejuang Gaza dan pihak Israel. Full of Strategy.
Sebelum gencatan senjata dimulai, klausul perjanjian yang diminta oleh Pejuang Gaza salah satunya adalah “tidak boleh ada drone maupun pesawat tempur yang melintasi Langit Gaza.” Tentu, hal itu bukan karena Pejuang Gaza takut. Jika mereka takut, sudah sejak dulu mereka angkat kaki dari Bumi Para Nabi itu.
Lalu, dari kita juga mungkin ada yang bertanya, mengapa Palang Merah Internasional tidak diizinkan untuk menjemput tawanan? Padahal, mereka adalah organisasi netral atas nama kemanusiaan. Selanjutnya, mengapa tempat penyerahan dilakukan di beberapa lokasi berbeda? Inilah yang disebut Full of Strategy. Mari kita bahas satu per satu.
Pertama, klausul drone dan pesawat. Pejuang Gaza sebenarnya paham betul siapa yang mereka hadapi dan bagaimana situasi di lapangan. Bukan hanya berdasarkan sejarah masa lalu, tetapi juga di era kontemporer. Jika Anda membaca hingga menganalisis Sirah Nabawiyah, khususnya bab “Perang Tabuk”, mengapa Nabi mengikat perjanjian damai dengan penduduk sekitar wilayah Tabuk?
Jawabannya, untuk mengamankan jalan pulang setelah perang serta jalur logistik ketika ada ekspedisi selanjutnya. Sangat visioner Baginda Nabi kita. Pun demikian dengan apa yang dilakukan oleh Pejuang Gaza. Ada beberapa kemungkinan dari hasil gencatan senjata; bisa diperpanjang, bisa tidak. Tetapi yang jelas, selama negara mereka belum merdeka, selalu ada kemungkinan operasi selanjutnya. Oleh karena itu, membiarkan drone maupun pesawat musuh berkeliaran selama masa damai sama dengan menelanjangi diri sendiri. Israel mungkin tidak akan menjatuhkan bom, tetapi pengintaian bisa saja tetap berjalan.
Baca juga: Fakta Kebrutalan Perang di Gaza Dibandingkan Perang Lainnya
Kedua, tidak diizinkannya Palang Merah Internasional untuk menjemput tawanan. Semua orang percaya bahwa Palang Merah Internasional adalah lembaga netral yang mengatas namakan kemanusiaan dan tidak memihak. Kita juga pasti sadar, setiap yang mereka lakukan akan diliput oleh media, disaksikan milyaran pasang mata, apalagi terdapat isu kemanusiaan yang orang-orang berempati atasnya. Tetapi, adakah yang bisa menjamin bahwa dari milyaran pasang mata yang menyaksikan nantinya, semua pro terhadap kemerdekaan Palestina yang diusung oleh Pejuang Gaza? Tentu tidak ada yang bisa menjamin. Maka, strategi dan keputusan yang dilakukan telah tepat, “ANTISIPASI”. Tunggu saja di sana.
Ketiga, lokasi penyerahan yang berbeda-beda. Bagi Anda yang pernah membaca Sejarah Perang Mu'tah, merenungi betapa hebatnya strategi yang dilakukan oleh Khalid bin Walid, tentu tidak sulit untuk menganalisis apa yang dilakukan para pejuang Gaza. Khalid bin Walid kala itu memerintahkan barisan depan bertukar dengan barisan belakang, barisan kanan bertukar dengan barisan kiri, lakukan terus menerus sehingga pasukan Romawi akan berpikir pasukan Islam mendapatkan bala bantuan.
Dampak dari strategi ini sangat drastis, seperti yang diharapkan oleh Khalid. Puncaknya, mereka pun mundur.
Pejuang Gaza melakukan dengan cara hampir serupa, tetapi beda kloter beda tempat. Strategi itu menimbulkan kebingungan berkelanjutan: Di mana sebenarnya mereka menyembunyikan tawanan itu? Di mana sebenarnya Pejuang Gaza bersembunyi? Seandainya dilakukan di satu tempat, pasti akan terbaca, tempatnya tidak jauh dari situ. Kalau pun jauh, maka tetap berada di satu tempat, probabilitas mengecil. Tetapi ini tidak, probabilitas justru semakin besar. Bisa saja tawanan disembunyikan di daerah jauh dan berbeda-beda, namun penyerahan di tempat tertentu. Bisa saja semua disembunyikan di satu tempat yang sama, namun penyerahannya berbeda-beda. Atau bisa saja mereka disembunyikan di tempat terdekat dari penyerahan, tetapi kenapa tidak dapat ditemukan saat perang darat berlangsung?
Inilah yang Pejuang Gaza mau. Membuat mereka bingung, lantas membentuk opini bagi pemerintah dan publik Israel bahwa mereka tidak punya pilihan selain membebaskan seluruh warga Palestina. Sebab, Pejuang Gaza memegang kendali, sementara mereka memegang bola panasnya.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!