Tema yang sering dibahas dan berulang dalam Al Qur'an adalah tentang perbandingan antara dunia dengan akhirat, surga dengan neraka, dan mereka yang menginginkan kehidupan di dunia ini dengan yang menginginkan akhirat. Di dalam Al Qur'an, setiap perbandingan itu memiliki penekanan yang berbeda.
Pertama, dengan membandingkan kedua-duanya antara dunia dan akhirat, dan memosisikan keduanya dengan setara, sebagaimana firman Allah Swt, “Siapa yang menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu. Dan siapa yang menghendaki pahala akhirat, niscaya Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu. Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” [QS Ali Imran: 145].
Kedua, dengan sedikit merendahkan salah satunya kemudian menempatkan keduanya pada posisi yang setara, sebagaimana firman Allah Swt, “Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia, maka di sisi Allah pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [QS An-Nisa’: 134].
Ketiga, dengan memberi peringatan untuk tidak meninggalkan akhirat, sebagaimana firman Allah Swt, “Di antara manusia ada yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,' sedangkan di akhirat dia tidak memeroleh bagian apa pun. Di antara mereka ada juga yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka'.” [QS Al-Baqarah: 200-201]
Keempat, dengan mengutuk orang-orang yang mencari dunia dan orang-orang yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. Allah Swt berfirman, “Sekali-kali tidak! Terlebih lagi, kamu mencintai kehidupan dunia, dan mengabaikan (kehidupan) akhirat” [QS Al-Qiyamah: 20-21].

Di dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) itu menyukai kehidupan dunia dan meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (akhirat)” [QS Al-Insan: 27].
Kemudian ada ayat yang lebih menekankan pentingnya mencari akhirat daripada mencari dunia dan menghapus bagiannya di akhirat bagi mereka yang mencari dunia. Allah Swt berfirman, “Siapa yang menghendaki balasan di akhirat, Kami akan memberikan balasan itu kepadanya. Siapa yang menghendaki balasan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat” [QS Asy-Syura: 20].
Ayat yang paling keras di antaranya adalah kutukan bagi para pencari kesenangan dunia, disertai ancaman terputusnya pahala Akhirat dan masuk Neraka. Allah Swt berfirman, “Siapa pun yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) Kami segerakan dia di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi siapa yang Kami kehendaki. Kemudian, Kami menyediakan baginya (neraka) Jahanam. Dia akan memasukinya dalam keadaan tercela lagi terusir (dari rahmat Allah). Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, dan dia adalah mukmin, mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik” [QS Al Isra’: 18-19].
Allah SWT berfirman, “Siapa pun yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami persembahkan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka di dalamnya dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan” [QS Hud: 15].
Akan tetapi, hal ini tidak berarti mendorong manusia untuk mengabaikan dunia ini sepenuhnya. Umat Islam diperintahkan untuk memerbaiki dunia ini karena dunia merupakan jalan menuju akhirat. Di dalam Islam, tidak ada perang atau kontradiksi antara dunia ini dengan akhirat.
Islam melarang kehidupan bermonastis. Nabi Muhammad saw mengutuk orang-orang yang ingin meninggalkan dunia dan membatasi diri pada ibadah. Di dalam Shahih Bukhari disebutkan, tiga orang laki-laki mendatangi rumah istri Nabi saw, menanyakan tentang bagaimana ibadah Nabi saw. Ketika mereka diberitahu, mereka menganggapnya terlalu sedikit dan berkata, "Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Tuhan telah mengampuni dosa-dosanya di masa lalu dan masa depan."
Salah seorang di antara mereka berkata, "Ada pun aku, akan terus melaksanakan shalat malam."
Yang lain berkata, "Saya akan berpuasa sepanjang waktu dan tidak akan pernah membatalkan puasa saya."
Yang lain berkata, "Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah."
Kemudian Rasulullah saw datang dan berkata, "Apakah kalian yang berkata begini dan begitu? Demi Allah, aku datang karena aku yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan aku yang paling taat kepada-Nya. Namun, aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang benci akan sunnahku, maka dia bukan bagian dariku."

Islam datang untuk memerbaiki dunia ini demi kebaikan akhirat. Mencari akhirat bukan berarti merusak dunia. Pesan Islam sebagaimana dirangkum oleh sahabat yang mulia Rabie bin Amir: “Allah mengutus kami untuk mengubah manusia dari menyembah makhluk menuju penyembahan kepada Tuhan semesta alam, dari ketidak adilan menuju keadilan Islam, dan dari sempitnya dunia menuju lapangnya dunia dan akhirat".
Akan tetapi, manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam mencari akhirat. Ada yang zalim terhadap dirinya sendiri, ada yang moderat, dan ada yang terdepan dalam beramal, dengan izin Allah.
Tingkatan pertama dan sebaik-baik derajat adalah mereka yang niatnya ikhlas hanya untuk Allah dan akhirat, dan tidak memerhatikan dunia. Bahkan mereka menjadikan dunia sebagai kendaraan yang berlalu. Inilah tujuan awal tegaknya syariat, sebagaimana dikatakan Al-Shatibi rahimahullah, adalah untuk membebaskan orang dari jeratan hawa nafsunya, sehingga ia dapat menjadi hamba Allah karena pilihannya sendiri, sebagaimana ia menjadi hamba Allah karena keharusan [Al-Muwafaqat: 2/232]. Al-Shatibi membahas masalah ini dengan sangat rinci [Al-Muwafaqat: 2/374-375]
Tingkatan kedua adalah orang yang di tengah-tengah, memosisikan dunia dan akhirat dengan sejajar dan seimbang. Derajat ini tidak melampaui batas bahaya, selama dia senantiasa menjalankan batas-batas syariat, menjauhi segala yang haram, dan menjaga diri dari segala syubhat.
Tingkat ketiga adalah tingkatan yang tercela, karena menjadikan dunia sebagai tujuan dan menjadikan akhirat sebagai sarana untuk meraih tujuan duniawi. Banyak hadits yang membahas hal ini, termasuk sabda Nabi saw, “Berikan kabar gembira kepada umatku tentang kemuliaan, kemuliaan, dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka yang beramal untuk akhirat karena menginginkan dunia, maka tidak akan memeroleh bagian di akhirat.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan banyak hadits lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini.
Hal ini tercela karena bertentangan dengan maksud syariat, sebagaimana dikatakan oleh al-Shatibi: “Barangsiapa yang mencari kewajiban syariat selain dari apa yang telah ditetapkan, maka ia telah melanggar syariat.” [Al-Muwafaqat: 2/333]
Ya Allah, perbaikilah bagi kami agama kami yang menjadi pegangan hidup kami, perbaikilah bagi kami kehidupan dunia kami yang menjadi mata pencaharian kami, perbaikilah bagi kami kehidupan akhirat yang menjadi tempat kembali kami, jadikanlah bagi kami kehidupan sebagai penambah kebaikan dan jadikanlah bagi kami kematian sebagai pelampiasan dari segala kejelekan. Ya Tuhan kami, berikanlah bagi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka. Aamiin.
Doha, 24 Ramadan 1446 H / 24 Maret 2025 M

Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!