Dokumen Hasto: Tak Berdaya Ledak tetapi Berdaya Kompromi?

Dokumen Hasto: Tak Berdaya Ledak tetapi Berdaya Kompromi?
Dokumen Hasto: Tak Berdaya Ledak tetapi Berdaya Kompromi? / Foto Istimewa

Lewat sudah masa dua belas hari pasca penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka KPK dalam kasus Harun Masiku. Belum ada langkah lebih lanjut dari KPK, baik dalam bentuk pemanggilan atau penahanan atas diri Hasto.

Publik yang berharap kisah ini makin tuntas dan terang benderang tampaknya harus kecewa. Ibarat main sepak bola, dalam kasus ini KPK dianggap hanya bisa menciptakan kemelut di muka  gawang. Bikin suasana hati suporter kebat-kebit, tetapi tidak bisa bikin gol. Sungguh mengecewakan!

Wajar jika publik menantikan ending yang clear dari serial petualangan Harun Masiku ini. Ada sejumlah alasan yang membuat masyarakat penasaran berat. Pertama, kasus ini sebenarnya bisa dibilang perkara remeh temeh namun penyelesaiannya terkesan mbulet, berbelit. KPK seperti main tarik ulur. Bahkan ada beda sikap di antara penyidik dan pimpinan KPK. Ada apa?

Kedua, serial Harun Masiku telah diputar semenjak lebih dari 4 tahun lalu. Wahyu Setiawan, komisioner KPU sebagai pihak yang telah divonis bersalah dan dipenjarakan dalam kasus ini, bahkan sudah selesai menjalani masa hukumannya dan bebas. Tetapi Masiku belum juga tertangkap.

Ketiga, yang paling bikin penasaran dari kasus ini adalah dugaan adanya keterlibatan beberapa elite PDIP. Di antaranya adalah Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen Partai yang dianggap kong-kalikong dengan Kemenkumham pada waktu itu yang kebetulan menterinya dijabat oleh kader PDIP. Menurut kesaksian mantan penyidik KPK saat itu, Hasto sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka pada saat Operasi Tangkap Tangan terjadi.

Menanti Dokumen Hasto: Jadi Ledakan atau Ledekan
Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, yang juga sahabat Hasto Kristiyanto, yang mengaku ketitipan sejumlah dokumen rahasia milik Hasto. Untuk keamanan, dokumen itu telah ia notariskan di Rusia.

Keempat, publik melihat kasus ini remeh tetapi memiliki spektrum yang luas. Mengapa pimpinan KPK saat itu terkesan melempem? Seberapa jauh keterlibatan Kemenkumham pada saat itu? Mengapa Presiden Jokowi juga diam? Yang tak kalah penting, siapa yang melindungi Harun Masiku sehingga dapat dengan cepat menghindar dari setiap jebakan aparat hukum?

Kelima, kelompok masyarakat yang kritis ingin menjadikan celah ini untuk melongok seberapa mungkin dan seberapa sering pat gulipat antara penguasa dan partai penguasa terjadi. Dan seberapa merusaknya persekokongkolan itu bagi tatanan demokrasi? Pecah kongsi PDIP dan Jokowi diikuti “bongkar-bongkaran” di antara mereka, nampaknya bisa dimanfaatkan untuk menakar semua itu.

Tentu saja masyarakat tahu, mangkraknya kasus Harun Masiku lahir dari kebersamaan PDIP dan Jokowi. Kita tidak berpihak kepada salah satu di antara keduanya. Tetapi sangat jelas terlihat bahwa saat itu mereka saling mendukung dan mungkin saling menutupi.

Bom Waktu yang Tidak Meledak

Penetapan Hasto sebagai tersangka kita harapkan menjadi titik balik dari bobroknya KPK di era Jokowi. Langkah yang mestinya dilakukan sejak tahun 2020 lalu. Nah, KPK baru seperti membawa asa guna menyelesaikan kasus yang penuh kabut politik ini, saat mulai menetapkan Hasto sebagai tersangka dan mencekal Yasonsa Laoly.

Terkesan gerak cepat dan berani. Jelang Natal hingga malam tahun baru, KPK di bawah komando Setyo Budiyanto menghidupkan kembali nyala harapan pemberantasan korupsi.

Kontemplasi Ringan Peringatan HKSN: Riuhnya Pengkhianatan dan Langkanya Kesetiaan
Siapa di hari ini yang masih mengajarkan kesetiaan dengan terang-terangan? Di saat pasangan suami-istri yang tak setia jumlahnya semakin besar.

Saat Hasto dan PDIP melemparkan sinyal perlawanan melalui dokumen yang dititipkan kepada Connie Rahakundini, tepat pada 25 Desember kemarin, KPK pun masih terlihat gagah. Meski tak lagi progresif seperti sebelumnya.

Publik memaklumi belaka, KPK bersikap Slow down. Suasana Natal dan Tahun Baru. Namun, begitu liburan Nataru berlalu, ternyata KPK masih slow down juga. Hingga tanggal 6 Januari ini belum ada langkah maju yang signifikan dalam kasus ini.

Publik pun mulai mengaitkan warning Connie Rahakundini dengan kembali  “anyepnya” KPK. Ada dua hal yang secara bertahap dinyatakan oleh Connie. Pertama, dokumen yang kini ia titipkan ke notaris di Rusia memiliki potensi seperti bom waktu yang bisa meledak. Artinya, dokumen tersebut dianggap amat rahasia dan penting menyangkut skandal elite politik di Indonesia.

Kedua, menyusul kemudian, Connie juga memberi spill: “Ibu Iriana jangan tenang-tenang saja”. Sebuah pesan yang dapat dengan mudah dipahami, bahwa di dalam dokumen tersebut ada data tentang mantan Ibu Negara.

Entah ada hubungan atau tidak, saat publik menunggu tindakan lebih lanjut dari KPK dan ledakan dari dokumen Hasto, justru yang muncul adalah rilis OCCRP. Jokowi masuk sebagai nominator tokoh korup bersama diktator Suriah, Bashar Al-Assad!

Tragedi Hama 1982: Ribuan Nyawa Melayang, Saat Assad Berangus Ikhwanul Muslimin
Peristiwa tanggal 2 Februari 1982 ditengarai dengan banyak sebutan. Ada yang menyebutnya sebagai Pemberontakan Hama, Pembantaian Hama - Hama Masacre 1982, Majzarah al Hama 1982.

Praktis semenjak tanggal 26 Desember tidak ada progress apa pun dari KPK terkait Hasto. Belum dipanggil, apalagi ditahan. Demikian juga dengan ledakan dokumen Hasto. Tidak ada bunyi lebih lanjut hingga 6 Januari ini. Apakah dokumen tersebut gagal meledak? Mengapa?

Mengambang dan Kompromi

Ada banyak spekulasi terkait hal tersebut. Salah satu kemungkinannya adalah, dokumen tersebut memang tidak untuk diledakkan, jika tidak benar-benar terpaksa. Munculnya dokumen tersebut tak lain dan tak bukan “hanya” sebagai senjata makan tuan bagi Jokowi: Politik Sandera!

Tampaknya dokumen itu lebih dimaksudkan sebagai upaya menjaga “tradisi lama” yang pernah mereka terapkan bersama (Kubu Hasto dan Kubu Jokowi) saat masih berhubungan mesra. Kedua belah pihak mungkin telah memiliki pikiran yang sama pula. Harus ada kompromi dan jalan tengah seperti biasa!

Pesan telah sampai. Kedua belah pihak telah saling tahu. Lalu, proses hukum dibekukan. KPK kembali anyep, layar utama di panggung politik hukum tak lagi menayangkan kisah ini secara terbuka. Jangan ada lagi statement terkait kasus Masiku.

Kasus pun menjadi mengambang. Seperti pepesan kosong yang hanyut terbawa arus pemberitaan lain, diam-diam mengendap di muara “kesepahaman” deal yang bersifat win-win solution dan kompromi di belakang layar! Rakyat masih penasaran dan berharap KPK menjadi pahlawan yang telah kembali. Ending-nya memang didesain mengambang. Semua aman, tak perlu ada ledakan.

Tetapi percayalah, secantik apa pun skenario manusia, akan berantakan juga, jika Allah berkehendak sebaliknya.

Wallahu a'lam bishawwab.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.