“Harga” Perlawanan Rakyat Palestina yang “Dibayar” oleh Amerika

“Harga” Perlawanan Rakyat Palestina yang “Dibayar” oleh Amerika
Tim penyelamat melakukan pencarian dan penyelamatan di tengah puing-puing bangunan yang hancur / Abed Rahim Khatib (Anadolu)

Walau pun kerap kali menjadi mediator perjanjian antara Palestina dengan penjajah Israel, namun hingga detik ini Amerika belum mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Di sisi lain, Amerika adalah negara yang pertama kali mengakui berdirinya penjajah Israel di bumi Palestina. Jadi, bisakah Amerika adil dan jujur dalam penyelesaian masalah di Palestina?

Perlawanan rakyat Palestina sangat luar biasa. Tak menyerah dengan kondisi apa pun. Hal ini dijelaskan dalam hadits Shahih Bukhari dan Muslim, “Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran. Tidak ada masalah bagi mereka adanya orang-orang yang tidak mau menolong mereka. Demikian keadaan mereka sehingga datanglah ketetapan Allah.

Dijelaskan pula bahwa sekelompok orang tersebut tinggal di Syam. Karakter ini membuat penjajah Israel, Amerika, dan Barat pusing tujuh keliling. Bagaimana cara Amerika menghadapi perjuangan rakyat Palestina?

Ada sejumlah langkah mereka. Pertama, Amerika menguatkan militer penjajah Israel dengan ragam bantuan. Melansir Al Jazeera, Israel adalah penerima bantuan luar negeri AS yang paling signifikan. Israel dilaporkan telah menerima sekitar US$ 263 Milyar atau setara dengan Rp 4.171,70 Triliun sejak 1946 hingga 2023.

AS memberlakukan syarat-syarat tentang bagaimana bantuan – khususnya bantuan militer – dapat digunakan. Undang-Undang Leahy melarang ekspor barang-barang pertahanan AS kepada unit-unit militer yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Namun, tak ada unit Israel yang dihukum berdasarkan UU ini.

Baca juga: Keterampilan Pejuang Hamas Melemahkan Infrastruktur Tempur Penjajah Israel

Kedua, Perjanjian Oslo I 1993 dan Oslo II 1995, menjadikan Otoritas Palestina (PA) sebagai mitra negoisasi dengan penjajah Israel. Mengingat perlawanan Palestina tak kunjung berhenti, maka PA seolah-olah menjadi kepanjangan tangan kepentingan penjajah Israel dan Amerika untuk meredam perlawanan itu.

Konsekuensinya, Amerika Serikat memberikan bantuan keamanan kepada PA sejak pertengahan tahun 90-an. Awalnya, bantuan tersebut secara ad hoc, seringkali secara sembunyi-sembunyi. Namun sejak tahun 2005, Departemen Luar Negeri AS telah memberikan bantuan keuangan dan personel langsung kepada organisasi keamanan PA.

Pada 27 Mei 2021 saja, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memastikan memberikan USD 75 Juta atau sekitar Rp 1,1 Triliun. Hal ini disampaikan Blinken saat konferensi pers bersama Presiden PA, Mahmoud Abbas, di Ramallah di Tepi Barat.

Ketiga, mengunci negara di perbatasan Palestina dengan perjanjian tertentu. Perjanjian penjajah Israel-Yordania 1994, misalnya. Perjanjian ini menormalisasikan hubungan antara Israel dan Yordania serta menyelesaikan sengketa wilayah di antara keduanya. Sebagai konsekuensinya, Amerika memberikan bantuan pada Yordania.

Seperti dilansir AFP, pada 28 November 2022, pemerintah Yordania melakukan penanda tanganan “perjanjian dengan Amerika Serikat untuk alokasi dukungan finansial tahunan sebesar US$ 845,1 Juta”.

Diketahui bahwa Yordania merupakan sekutu utama Barat di kawasan Timur Tengah.

Baca juga: Seberapa Kuat Amerika Mendukung Penjajah Israel?

Mesir juga tak berkutik dengan perjanjian Camp David 1978. Mesir mengakui Israel sebagai sebuah negara. Hasilnya, Mesir menjadi negara terbesar kedua setelah penjajah Israel yang mendapatkan bantuan Amerika. Di era Presiden Obama tahun 2012, bantuan militer Amerika senilai US$ 1,3 Milyar, berdasarkan Perjanjian Camp David tahun 1978. Jadi sangat wajar jika pintu Raffah di Gaza Selatan, buka dan tutupnya sesuai kepentingan penjajah Israel.

Keempat, di ring kedua negara yang berbatasan dengan Palestina, semisal Arab Saudi (belum sempat ditanda tangani), Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, Amerika mengikatnya dengan perjanjian Abraham di era Presiden Donald Trump dengan titik sentral normalisasi hubungan dengan penjajah Israel. Melansir Info Singkat DPR (2020) bertajuk “Normalisasi Hubungan Uni Emirat Arab-Israel dan Isu Palestina”, negara jajahan Israel memandang normalisasi hubungan diplomatik antara UEA dan Israel justru semakin melemahkan soliditas negara-negara Arab dalam mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka.

Dengan perjanjian ini, Amerika memberikan ragam paket kemudahan, hingga pencabutan status negara teroris, pengakuan wilayah, dan penghapusan hutang luar negri. Amerika merelakan segala kemudahan dan bantuan dana untuk negara di kawasan sekitar Palestina untuk meredam dukungan terhadap perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajah Israel. Lalu apakah penguasa negara-negara itu bisa “disuap”? Lihatlah aksi mereka sekarang, saat Gaza dibumihanguskan oleh penjajah Israel.

Jadi, sabda Rasulullah saw benar, “Tidak ada masalah bagi mereka (rakyat Palestina) adanya orang-orang yang tidak mau menolong mereka. Demikian keadaan mereka sehingga datanglah ketetapan Allah.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.