Penulis : Ilyas Tarumajaya
Ternyata Masjid Jami’ Al Mujahidin memiliki banyak keistimewaan. Masjid berlantai dua yang beralamat di Kampung Pondok Soga, RT 002/003, Desa Pantai Hurip, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, ini punya area parkir yang cukup luas. Area parkir bukan hanya berada di bagian depan halaman masjid, tetapi di sisi kiri dan kanan, bahkan halaman belakang masjid bisa digunakan untuk parkir motor.
Tetapi bukan hanya area parkir yang menjadikan Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga istimewa. Saya melihat banyak keistimewaan lain ketika datang ke masjid itu dan melaksanakan shalat Jumat di sana. Kedatangan saya tepat di hari Jumat, 10 Muharam 1445 H lalu.
Jamaah Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga terdiri dari warga sekitar dan para santri yang bergamis dan berpeci putih. Mereka berada di shaf belakang, duduk tertib dan tidak berisik. Lantai dua Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga memang belum terisi jamaah. Sepertinya Pengurus DKM memang membangun masjid itu dengan proyeksi untuk 10 tahun ke depan, saat penduduk di kampung itu semakin banyak dan pondok pesantren semakin maju.
Di Bekasi, tidak banyak kampung yang memiliki pondok pesantren. Atau mengimbangi bangunan sekolah yang berlantai dua. Dengan demikian, Fatwa Almaghfurlah KH. Noer ‘Ali yang melarang ada bangunan yang lebih tinggi dari masjid sudah terlaksana.
Keistimewaan lain dari masjid ini adalah, ada 3 macam penanda waktu shalat. Pertama, jam elektronik yang menempel di dinding dengan bunyi seperti alarm. Kedua, suara bedug yang belakangan hampir jarang saya dengar di tempat-tempat lain. Ketiga, lantunan adzan oleh muadzin yang suaranya terdengar sangat merdu.
Memang, sedari dulu Kampung Pondok Soga dan sekitarnya dikenal adalah produsen Qari untuk berbagai festival MTQ di Bekasi. Uniknya, posisi muadzin yang hari itu ditunjuk secara dadakan, mengambil posisi di shaf kedua dan berada di tengah-tengah. Dengan demikian, antara muadzin pertama dan kedua tidak berada di posisi yang sama, yakni di depan mimbar.
Almarhum KH. Moh. Natsir juga dalam pelajaran Fiqh pernah mengingatkan akan hal itu. Agar tidak ada persaingan suara di antara kedua muadzin. Namun, DKM Masjid Kampung Kelapa belum bisa melakukan itu semua.
Tanggal 10 Muharram ini, Khatib di Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga adalah KH. Syamsul Falah. Khutbahnya saya kategorikan sebagai khutbah yang sangat singkat. Sang khatib menyampaikan sekelumit tentang hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa tersebut dijadikan patokan awal perhitungan Kalender Islam yang disebut Kalender Hijriyah.
Di bagian akhir khutbahnya, khatib menyampaikan beberapa peristiwa penting di masa lalu yang terjadi tanggal 10 Muharram dengan mengutip pendapat Abu Bakar Satho dalam kitab I’anatu At Thalibin yang merapakan syarah dari kitab Fathul Mu’in yang melegenda itu. Pesan inti dari khutbah tersebut adalah menganjurkan jamaah untuk peduli dengan penderitaan anak-anak Yatim.
Karakter jamaah Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga ini sama dengan jamaah lainnya, yaitu membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw pada saat khatib duduk di antara dua khutbah. Bahwa sebenarnya memperbanyak membaca shalawat pada hari Jumat itu sangat dianjurkan, namun saat momen itu berlangsung, menjadi kurang tepat membaca shalawat. Karena kalimat terakhir sang khatib berpesan,
“Maka beristighfarlah kalian karena sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang”.
Alhamdulillah, karakter seperti itu sudah tidak ada lagi di Masjid Kampung Kelapa, karena gurunya galak sekali. Kalau perlu, speaker-nya dibanting ketika masih ada yang membandel.
Pesan khutbah KH. Syamsul Falah pada khutbah pertama dan kedua mencapai titik klimaks saat beliau menjadi Imam Shalat. Pesan beliau pada raka’at pertama dengan membaca bagian akhir dari QS. An Naba’, yaitu mulai ayat 31. Pesan berisi janji kepada orang-orang yang bertaqwa, bahwa mereka akan mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman) di dalamnya, mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta, sebagai pembalasan dari Tuhan dan pemberian yang cukup banyak. Saat itulah orang kafir berputus asa hingga dia berkata:
"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah".
Setelah janji itu diperdengarkan oleh KH. Syamsul Falah, maka pada raka’at kedua ada pertanyaan menggelegar kepada orang beriman yang bukan sekadar mereka beriman tetapi mereka pendiri shalat dengan pertanyaan yang terdapat pada QS. Al-Ma’un ayat 1, yaitu:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat.
Maka, jama’ah Masjid Jami’ Al Mujahidin Pondok Soga bangkit untuk tidak mau dicap sebagai pendusta agama. Wujudnya, sebelum Shalat Jumat, telah diumumkan oleh pimpinan pondok, KH. Syarkowi, bahwa dalam rangka 10 Muharram, telah terkumpul dana lebih dari 37 juta Rupiah. Dana sebesar itu tidak semua digelontorkan hanya untuk 150 anak yatim saja, akan tetapi juga untuk 150 kaum dhu’afa. Itu pun tidak semua dana dibagikan, tetapi hanya 36 juta Rupiah, dan sisanya dibagikan kepada anak-anak yatim itu yang secara rutin mereka terima setiap hari Jumat.
Saudaraku, isi tulisan di atas bisa hendaknya dijadikan contoh oleh pengurus masjid-masjid lain bahwa kehadiran masjid bukan hanya sebagai tempat berkumpul untuk shalat tanpa adanya kepedulian antar jama’ah. Bukankah tujuan awal didirikannya menara masjid zaman dulu bukan hanya untuk mengumandangkan azan saja, akan tetapi juga untuk memantau rumah mana yang selalu mengebul dapurnya dan rumah mana yang dapurnya tidak mengebul beberapa hari?
Kemudian esoknya, pengurus masjid datang menghampiri pemilik rumah yang dapurnya mengebul untuk berbagi kepada tetangganya yang selama beberapa hari tidak ada benda yang mesti dimasak. Dan sepertinya, para ulama di Pondok Soga bersama jamaahnya melakukan hal itu. Mereka bahu membahu untuk menyiapkan Pondok Soga menjadi Kampung Sorga. Semoga ya …
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!