Medan pertempuran Gaza tidak sama dengan Afghanistan, Vietnam, dan Indonesia, yang sukses menjadikan geografi alamnya sebagai medan pertempuran yang mematikan, benteng pertahanan alami, dan penyuplai logistik makanan dan minuman yang tumbuh dan muncul sendiri dari alam, untuk melawan musuh adi daya sekalipun. Gaza hanya sebuah kota. Tak bergunung dan berbukit yang ekstrim, juga tidak ditumbuhi hutan dan pepohonan sebagai perlindungan dari intaian musuh. Seluruh pasokan makanan, minuman, dan bahan bakar pun di bawah kendali musuhnya, yaitu Zionis Israel.
Ingat serbuan Amerika ke Iraq, Maret 2003? Seluruh gerakan pasukan Sadam Husein mudah terbaca oleh radar dan satelit. Dengan geografi gurun, setiap infrastruktur militer yang bergerak, semisal pasukan, kendaraan, dan tank sangat mudah teridentifikasi oleh radar dan satelit. Sehingga, pesawat Iraq yang baru mau mengangkasa pun sudah bisa ditembak oleh rudal patriot Amerika. Bagaimana Gaza menghadapi ini, setelah kapal induk Amerika pun sudah merapat untuk mendukung Zionis Israel?
Apa faktor utama kekalahan Iraq saat itu? Apakah dari infrastruktur militernya? Bukankah Iraq saat itu termasuk kekuatan militer yang ditakuti di era Sadam Husein? Kekalahan Iraq disebabkan keberhasilan Amerika melakukan propaganda terhadap rakyat Iraq bahwa mereka pembebas bagi rakyat Iraq dari kekejaman Sadam Husein. Sehingga, Sadam Husein melawan dua front pertempuran, yaitu Amerika dan rakyatnya sendiri. Sebesar, sekuat, dan sehebat apa pun kekuasaan, akan jatuh juga saat rakyat melawan. Lantas apakah Palestina menghadapi hal yang sama dengan Iraq?
Baca Juga : Hamas Perang Kota di Wilayah Pendudukan Israel
Strategi Amerika di Iraq dicoba di Gaza. Yaitu memisahkan rakyat Palestina dengan Hamas. Biden mengatakan, “Mayoritas warga Palestina tidak ada hubungannya dengan Hamas dan serangan mengerikan yang dilakukan Hamas. Mereka juga menderita.”
Israel memutus pasokan makanan, air bersih, dan bahan bakar, agar penderitaan rakyat menjadi perlawanan ke Hamas sebagai sebab penderitaannya. Juga, menyebarkan pamflet melalui drone bahwa rakyat Gaza Utara yang berpenduduk 1,1 juta diminta mengungsi ke Gaza Selatan melalu jalur yang sudah ditetapkan. Tetapi apakah efektif memisahkan rakyat Palestina dengan Hamas?
Gaza wilayah yang sempit serta padat bangunan dan penghuni. Rakyat Palestina dan paramedisnya lebih memilih tetap di rumah dan tanahnya. Jika mengungsi, hanya ke kamp pengungsian milik PBB saja. Orang tua mereka mengingatkan peristiwa Nakba 1948 saat mereka percaya dengan seruan Zionis Israel dan Inggris, lalu desa, rumah, dan para pengungsi, tetap dibantai hingga hancur. Hamas, seluruh faksi perjuangan dan Fatah bersuara bulat menyeru agar rakyat Palestina tetap di rumah dan tanahnya. Keberanian ini membuat serangan dari udara, laut, dan darat, akan menekan Amerika dan Israel dari sisi diplomasi dan dukungan internasional, karena banyak korban sipil yang bergelimpangan.
Rapat dan tingginya gedung dan bangunan di Gaza menjadi tempat persembunyian dan benteng pertahanan yang kokoh, juga sarana serangan mematikan seperti hutan dan pegunungan. Radar dan satelit akan sulit mendeteksi gerakan infrastruktur militer. Prajurit Ziois Israel kesulitan memahami medan dan mobilisasi pasukan Hamas dan gerakan perlawanan lainnya yang terlatih. Mereka menjadi satuan militer "mini" yang bergerak lincah, efektif, dan efisien, yang bisa mengepung Zionis Israel dari arah yang tak diduga.
Financial Times melansir, mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert, mewanti-wanti soal tantangan yang bakal dihadapi pasukan Zionis Israel di Gaza. “Kondisinya bisa jauh lebih buruk dari yang dibayangkan. Pasukan Israel akan menghadapi penembak baru atau jenis roket baru yang lebih kuat dan lebih besar atau roket anti-tank baru yang tidak kita kenal,” kata Ehud Olmert.
Kekhawatiran ini disebabkan, walaupun diblokade secara total dari seluruh penjuru, Hamas mampu melakukan lompatan teknologi persenjataan yang tak pernah terduga. Bahkan, melakukan serangan mematikan dengan peralatan sederhana pada 7 Oktober 2023.
Baca Juga : Bagaimana Perang Israel-Hamas Menguji Tindakan Mesir?
Hamas diketahui telah mengumpulkan persenjataan roket yang hebat sejak tentara Israel terakhir kali memasuki Gaza pada tahun 2014. Mereka juga telah membangun terowongan sepanjang ratusan kilometer, yang dijuluki “Metro Gaza”, untuk memindahkan pejuang dan senjata tanpa terdeteksi, dan dilatih untuk pertempuran perkotaan. Hamas pun akan berhasil mengeksploitasi semua keuntungan dari pertahanan perkotaan – mulai dari jebakan dan posisi penembak jitu hingga benteng yang diperkuat – serta serangkaian taktik berteknologi rendah untuk menumpulkan keunggulan teknologi Zionis Israel.
Sejak awal 2000-an, Hamas telah membangun jaringan terowongan di bawah Gaza untuk membantu para pejuang melarikan diri, menjadi pabrik senjata, dan mendatangkan senjata dari luar negeri. Hamas telah memperoleh dan mengembangkan sejumlah bom, mortir, roket, serta rudal antitank dan antipesawat. Terowongan, gedung rapat dan tinggi, keberpihakan rakyatnya kuat di Gaza, bisa mempermalukan Zionis Israel dalam menghadapi strategi perang Asimetrisnya rakyat Gaza.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!