Pada 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi 181 (II) yang membagi Palestina menjadi dua negara. Komunitas Arab menolak karena solusi itu tidak adil. Etnis Yahudi yang mencakup 33 persen populasi dan memiliki secara sah 7 persen saja lahan di Palestina, diberi wilayah negara seluas 56 persen dari wilayah Mandat Palestina. Sementara warga Arab yang mencakup 67 persen populasi dan pemilik sah sedikitnya 80 persen tanah di Palestina mendapat wilayah lebih sedikit, yakni 43 persen saja.
Sekarang, Biro Statistik Palestina melaporkan pada 12 Mei 2024, bahwa 5,55 juta warga Palestina tinggal di Negara Palestina (Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat) dan sekitar 1,75 juta warga Palestina di wilayah 1948. Sementara itu, jumlah warga Palestina di negara-negara Arab mencapai sekitar 6,56 juta dan mereka yang berada di luar negeri mencapai sekitar 772.000, diaspora ini disebabkan karena pengusiran oleh Yahudi yang didukung oleh Barat.
Dengan demikian, jumlah warga Palestina di Palestina mencapai sekitar 7,3 juta warga Palestina, sementara jumlah pemukim Yahudi diperkirakan mencapai 7,2 juta pada akhir tahun 2023, yang berarti jumlah warga Palestina melebihi jumlah warga Yahudi di Palestina bersejarah. Namun, pendudukan Israel mengeksploitasi lebih dari 85% dari total wilayah Palestina. Sejak dulu hingga sekarang, telah terjadi kezaliman kepada rakyat Palestina yang merupakan bangsa Arab oleh penjajah Israel.
Dengan segala keterbatasan, pembatasan, penghancuran sistematis secara total, pembiaran internasional, dan genosida, mengapa hingga hari ini bangsa Palestina tetap tangguh melawan penjajah Israel? Salah satunya karena karakter bangsa Arab yang mengalir di tubuh rakyat Palestina.
Mengapa terbentuknya bangsa Arab di Palestina? Saat ini yang disebut bangsa Palestina adalah bangsa Arab. Setelah futuh Islami, pembebasan Al-Aqsha dari Romawi, kabilah-kabilah Arab menyebar di Palestina dan berbaur dengan orang-orang yang telah ada lebih dahulu termasuk dengan kaum Kan'an (bangsa asli Palestina) dan yang lainnya. Terus terjadi arabisasi secara bertahap dan alami di bawah panji Islam, sampai akhirnya agama warga Palestina Islam dan lisan (bahasa) Arab mereka.
Karakter bangsa Arab yang tangguh telah dikenal sejak dulu. Tokoh terkemuka Yunani Herodatus (480-425 SM) mengatakan bahwa bangsa Arab sangat merindukan kebebasan. “Mereka Menentang segala kekuatan yang berusaha memperbudak dan merendahkan mereka. Kebebasan bagi bangsa Arab adalah lambang terbesar, serta merupakan keistimewaan yang membedakan antara mereka dan yang lainnya,” katanya.
Panglima Perang Persia, Rustum, menegur petinggi Persia yang merendahkan Al-Mughirah bin Syu'bah yang berpakaian usang, dengan berkata, “Celakalah kalian, Sesungguhnya bangsa Arab memang memandang rendah pakaian dan makanan, tetapi mereka memelihara kehormatan nasab keturunan”.
Hasan Al-Banna, “Mengapa Nabi tidak dari Yunani, Persia dan Romawi? Tetapi Arab? Karena fitrah bangsa Arab itu bersih, cinta kebebasan, dan Jiwa yang mulia.”
Tidak itu saja. Bangsa Arab memiliki karakter sangat sabar dalam menghadapi segala cobaan dan musibah.
Ali Muhammad Shalabi, dalam bukunya Sirah Nabawiyah, menuliskan bahwa bangsa Arab tegar dalam segala cuaca panas dan dingin. Rintangan perjalanan dan jauhnya jarak tempuh. Rasa haus dan lapar, bukanlah persoalan utama. Manakala mereka memeluk Islam, kesabaran, ketabahan, dan keridaan mereka menjadi tauladan yang sempurna.
Bahkan di antara mereka, ada yang hidup berhari-hari hanya dengan sebutir kurma sekadar untuk menegakkan tulang punggungnya dan beberapa tetes air sekadar untuk membasahi hatinya.
Memenangkan pertempuran lebih banyak disebabkan oleh karakter. Siapa yang memiliki nafas panjang? Seperti doa yang dipanjatkan dalam pertempuran, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” – QS. Al Baqarah:250
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!