Tanya:
Assalamu'alaikum ustadz,
Izin bertanya ustadz, jika seorang berhutang 400-gram emas dengan jaminan 2 hektar tanah, pihak yang berhutang menyatakan diawal akad hutang, jika hutang emas tersebut tidak bisa ditebusnya selama 15 tahun maka jaminan tanah yang 2 hektar silahkan diambil. Apakah muamalahnya sah secara syar'i, mohon pencerahannya ustadz.
Novery Wandy, Bandung
Jawab:
Wa'alaikum salam warahmatullah.
Apa yang Bapak sebutkan ini dikenal dalam istilah fikih dengan nama ghalaqur rahn. Artinya, bila penggadai barang tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang disepakati maka barang gadai tersebut otomatis menjadi milik kreditur. Praktik semacam ini dilarang dalam keempat madzhab yang kita kenal, dan membuat akad gadai menjadi tidak sah.
Dalilnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh menghanguskan barang gadai, bagi pemiliknya keuntungan dari barang itu dan dia juga yang dibebani biayanya.” – HR. Ibnu Majah, Ad-Daraquthni dan Al-Hakim
Merupakan kebiasaan masyarakat jahiliyyah melakukan akad seperti ini. Datanglah ajaran Islam, melarang praktik tersebut.
Dalam Islam barang gadai tetaplah jadi milik pemiliknya dan kreditur berhak menahannya sampai dia melunasi seluruh utang. Bila tidak, maka barang gadai itu dijual bersama dan berapapun hasil penjualan itu dibayarkan kepada kreditur sejumlah utangnya tidak lebih dan tidak kurang.
Bila hasil penjualan melebihi jumlah utang maka sisanya dikembalikan ke pemilik barang gadai tadi, tapi bila kurang maka dia berkewajiban menambahnya dari hartanya yang lain.
Penalaran fikihnya ini merupakan jual beli dengan syarat yang tidak jelas. Artinya barang itu jadi menggantung, harganya bisa jadi sebesar piutang kalau tidak dibayar sampai jatuh tempo, padahal bisa lebih bisa kurang, lagi pula harga barang akan mengalami kemerosotan atau kenaikan dalam jangka waktu yang panjang.
Referensi:
- Imam Malik mengatakan,
“Maksudnya menurut pandangan kami -wallahu a’lam, seseorang menggadaikan barang kepada krediturnya dan barang itu punya nilai lebih daripada nilai utangnya, maka penggadai (debitur) ini berkata kepada penerima gadai (kreditur), “Kalau aku bisa membayar sampai waktu yang ditentukan maka bereslah, tapi kalau tidak maka barang ini menjadi milikmu dengan semua di dalamnya.” Ini tidak sah dan tidak halal. Inilah yang dilarang. Kalau pemiliknya datang maka dia berhak mengambilnya dalam waktu yang ditentukan dan sepertinya akad ini batal." – Al-Muwaththa` jilid 4, hal. 1055
- Imam Asy-Syafi’I mengatakan,
“Artinya penerima gadai (kreditur) tidak berhak menerimanya dalam arti penggadai menjadikannya pembayaran ketika jatuh tempo.” – Al-Umm, jilid 4, hal. 347
- Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (4/461):
“Al-Atsram bertanya kepada Imam Ahmad, apa maksud jangan menghanguskan gadai? Imam Ahmad menjawab, “Maksudnya janganlah seorang menyerahkan gadai kepada orang lain lalu mengatakan bila aku bisa membayar dengan uang sampai waktu sekian-sekian maka beres urusan, tapi kalau tidak maka barang gadai ini menjadi milikmu.”
Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta
Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!