Tegak Lurus Saat Mencoba Lurus Begitu Sulit

Tegak Lurus Saat Mencoba Lurus Begitu Sulit
Photo by Alev Takil on Unsplash

Aku tidak tahu, di usia yang sudah menapaki kepala lima ini, apakah cara berdiriku masih tegak lurus? Aku memang tak bisa melihat diriku tegak secara utuh, tetapi dapat kuduga; aku tegak dengan sedikit membungkuk. Tulang punggungku sudah melengkung, karena ketiban banyak beban hidup, termakan usia pula.

Tak mengapa jika faktanya aku cuma bisa berdiri dengan sedikit membungkuk. Toh aku masih bebas merasa, bahwa cara berdiriku masih tegak. Setidaknya, begitulah berdiri tegak lurus yang saat ini bisa aku lakukan.

Akhir-akhir ini kata “Tegak Lurus” begitu populer. Aku telah jauh mengenal istilah ini. Semenjak duduk di bangku SMA. Kebetulan aku jurusan A1 atau Fisika, sehingga mendapat pelajaran geometri yang salah satu sub bahasannya adalah tema garis tegak lurus.

Samar-samar aku ingat, tegak lurus adalah situasi yang terjadi dalam hubungan antara dua garis lurus. Hubungan itu bisa sejajar, bisa juga tegak lurus. Hubungan tegak lurus dimaknai sebagai dua garis lurus yang saling berpotongan dan pada titik perpotongannya terbentuk sudut 90 derajat.

Baca Juga : Renungan Kemerdekaan: Kabel yang Masih saja Bikin Sebel

Agar mudah membayangkannya, lihatlah tiang bendera. Anggap tiang itu garis lurus vertikal, sementara lapangan atau tanah datar adalah garis lurus horizontal. Ujung bawah tiang bendera yang berpotongan dengan punggung tanah yang rata adalah gambaran tentang hubungan tegak lurus dalam pelajaran geometri.

Jadi, hubungan tegak lurus hanya bisa terjadi manakala dua garis yang berhubungan sama-sama lurus. Begitulah syarat “sah-nya.” Bukti kelurusan dua buah garis itu akan terlihat jika perpotongannya membentuk sudut 90 derajat. Jika salah satu garisnya miring dan yang lainnya lurus, perpotongannya tak mungkin disebut tegak lurus, dan sudut yang tercipta pasti bukan 90 derajat. Apalagi jika kedua garis tersebut miring dari awal!

Konsep tegak lurus dalam dunia geometri lebih mudah dicerna. Di dalam dunia kesehatan, badan yang tegap dan tegak lurus juga masih bisa diamati dan diukur secara relatif pasti.

Adalah membingungkan cara mengukur konsep tegak lurus dalam dunia politik. Anda tahukah cara mengukurnya?

Sudah barang tentu parameter geometri tidak bisa digunakan untuk mengukur konsistensi tegak lurus dalam kancah perpolitikan. Tegak lurus pada ketua umum partai, tegak lurus pada kesepakatan koalisi, tegak lurus pada arahan presiden, tegak lurus pada AD/ART partai, dan seterusnya. Jangankan mengukur derajat tegak lurusnya, orang pun masih kesulitan untuk menentukan siapa yang jadi bidang horizontal dan siapa yang jadi garis vertikalnya.

Garis tegak lurus dalam dunia politik bersifat imajiner dan memiliki dimensi yang lebih luas. Di dalam Islam, ada konsep hablumminallah dan hablumminannas. Para asatidz umumnya menggambarkan relasi ini dengan meminjam garis imajiner geometri. Relasi dengan Allah dilambangkan dengan garis vertikal, hubungan sesama manusia dilambangkan dengan garis horizontal. Sehingga terbentuk hubungan tegak lurus yang bersifat imajiner antara nilai kemanusiaan yang bertaut pada nilai ketuhanan. Nilai itulah yang bisa digunakan sebagai patokan dan ukuran, tegak lurus atau tidaknya, perilaku seorang individu dalam menapaki jalan kehidupan.

Semestinya, tegak lurus dengan partai, tegak lurus dengan kesepakatan koalisi, ataupun dengan arahan ketua partai, idealnya terbentuk dari nilai-nilai. Nilai individu dan nilai institusi. Lurus atau tidaknya hubungan tegak lurus tersebut akan diukur dari derajat komitmen yang terbentuk!

Baca Juga : Musim Berebut Kursi : Belajar dari Penumpang Kereta Api dan Bus Kota

Tegak lurus dalam dunia politik bermakna pula integritas. Mulut, hati, pikiran, kompak bicara hal yang sama. Jika mulut bicara “A” namun pikiran dan hati bicara “B”, maka sesungguhnya Anda sedang berada dalam masalah yang amat mendasar; Anda belum menjadi garis lurus! Belum layak membangun relasi tegak lurus, karena syarat sah hubungan tegak lurus adalah adanya dua garis yang sama-sama lurus.

Sungguh sulit untuk tegak lurus. Saat pikiran, hati, dan ucapan belum lagi tegak, apatah lagi dituntut lurus. Koalisi ambyar, bidang datar berubah-ubah, garis vertikal loncat ke sana-kemari. Tegak lurus tersimpan di laci geometri.

Ihdinasshiroothol mustaqim.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.