Singapura - Ketika Aishah Tan pindah ke Singapura dari Xinjiang pada tahun 2012, dia melihat tidak ada restoran yang menyajikan hidangan tradisional asal Cina untuk komunitas Muslim.
“Makanan halal di Singapura sangat berbeda dengan Xinjiang. Jadi, saya memutuskan untuk mendirikan restoran dan memperkenalkan hidangan Xinjiang kepada komunitas Muslim di sini” kata pria berusia 48 tahun itu.
Daerah otonom Xinjiang Uygur, bagian paling barat China yang merupakan rumah bagi sebagian besar minoritas Muslim Uygur, terkenal dengan makanan yang berbeda dari bagian negara lainnya di Cina, dengan hidangan seperti daging kambing panggang dan penggunaan rempah-rempah yang kental dan harum.
Restoran Tan, "Yi Zun Noodle" adalah sebuah restoran yang menyajikan masakan spesial kombinasi mi dan daging sapi, sebuah hidangan populer dari Xinjiang. Saat pertama kali dibuka pada tahun 2017, sekitar 80 persen pelanggannya adalah Muslim, tetapi sejak itu dia melihat lebih banyak pelanggan non-Muslim.
“Banyak pelanggan kami suka datang ke sini untuk mengadakan rapat kerja, ini mungkin karena di kantornya terdiri dari orang-orang dari agama yang berbeda, dan mungkin sulit menemukan restoran yang memenuhi selera semua orang” Tan menambahkan.
Muslim di Singapura ada sekitar 14% dari 5,8 juta penduduk. Sebagian besar Muslim di negara ini adalah etnis Melayu, sedangkan sisanya berasal dari kelompok etnis lain termasuk India dan Cina.
Majlis Ulama Islam Singapore (MUIS) adalah sebuah lembaga di bawah Kementerian Kebudayaan, Komunitas dan Pemuda di Singapura, mengatakan telah mengeluarkan 4.630 sertifikat halal pada tahun 2018, jumlahnya hampir dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. Inisiatif ini dimulai oleh Muslim dan juga non-Muslim Singapura, selain pendatang baru seperti Tan yang termotivasi oleh minat untuk tumbuh di antara komunitas Muslim, juga mencoba rasa dan masakan baru.
“Pertumbuhan industri halal di Singapura mencerminkan industri halal secara global” ujar juru bicara MUIS, mengacu pada meningkatnya jumlah pelancong Muslim di kawasan Asia-Pasifik.
Pada tahun 2017, perusahaan Korea Selatan menyiapkan infrastruktur halal untuk sekitar 1,2 juta pelancong Muslim yang berkunjung. Tahun sebelumnya, Jepang menyambut hampir 271.000 pengunjung Indonesia dan 394.000 dari Malaysia, menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang.
Pada tahun 2018, Mastercard memperkirakan bahwa pasar perjalanan Muslim global diharapkan bernilai sekitar USD 300 miliar pada tahun 2030, menjadikannya salah satu segmen industri pariwisata yang tumbuh paling cepat.
Mohamed Khair Mohamed Noor, administrator dari grup Facebook Halal Cafe and Restaurants in Singapore (HCRS), mengatakan telah terjadi peningkatan yang signifikan jumlah restoran Cina bersertifikat halal atau milik Muslim selama lima tahun terakhir. Banyak restoran yang didirikan oleh Muslim Cina asal Singapura atau Cina daratan yang tinggal di Singapura.
Dia juga mengatakan ada lebih banyak postingan tentang restoran baru yang menawarkan hidangan halal Cina dan Asia Timur di grup, yang memiliki lebih dari 157.800 anggota dan memberikan eksposur media sosial ke restoran halal.
“Selain disertifikasi halal oleh MUIS, beberapa di antaranya bahkan milik Muslim. Responnya terhadap restoran halal asal Cina dan Asia Timur itu sangat bagus” kata Khair.
Khair menambahkan bahwa di masa lalu, restoran Cina berlabel halal di Singapura hanya menyajikan hidangan seperti nasi ayam, kepiting cabai, dan dim sum. Kini beberapa restoran menyajikan makanan Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
“Berdasarkan pengalaman menjalankan grup Facebook, terlihat bahwa anggota grup selalu mencari restoran halal baru. Mereka mencari hidangan baru, masakan baru. Mereka sangat terbuka untuk mencoba hidangan atau masakan baru, terlepas dari mana asalnya” Khair menambahkan.
Pengusaha Alia Demelda Sharma mengatakan dia dulu kesulitan mencari restoran bersertifikat halal yang dapat menampung keluarganya yang beragam. Sebagai seorang Muslim Indonesia-Eurasia dengan anggota keluarga Katolik, dia sering mengunjungi beberapa restoran yang sama atau bahkan melintasi perbatasan ke Malaysia, dimana ada lebih banyak pilihan tempat makan halal untuk mereka.
“Pilihan kami sangat sedikit jadi kami hanya akan mengulangi restoran yang sama jika kami makan di luar. Ada beberapa kedai makanan laut Cina halal di pusat jajanan serba ada, sayangnya mereka juga akan menyesuaikan cita rasa sesuai selera Melayu. Jadi Anda hampir tidak bisa menemukan masakan Cina halal yang otentik saat itu” kata Sharma.
Tapi sekitar lima tahun lalu, Sharma melihat restoran halal baru yang menyajikan berbagai masakan Asia Timur bermunculan di beranda media sosialnya. “Dulu susah cari resto halal, tapi sekarang kita punya banyak pilihan” imbuhnya.
Banyak pemilik restoran melihat peluang ketika mereka sadar hanya ada sedikit restoran Asia Timur yang bersertifikat halal.
“Kami tahu banyak teman Muslim yang suka makan dim sum dan makanan Cina tetapi tidak bisa, karena banyak restoran tidak bersertifikat halal dan tidak banyak restoran yang menyajikan dim sum halal dan makanan Cina” kata Stephen Francis, pendiri Kampong Amin Dim Sum.
Hidangan restoran yang paling populer dengan cita rasa hidangan rumahan seperti char kway teow, chai tow kway, chilli crab, dan siew mai.
Jadilah bagian dari perjuangan Sabili
Bangun Indonesia dengan Literasi!