Haruskah Ikut Imam yang Kelebihan Raka’at?

Haruskah Ikut Imam yang Kelebihan Raka’at?

Tanya:

Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ustadz, mohon ijin bertanya:

Di dalam suatu perjalanan, saya mampir ke masjid untuk shalat Zuhur. Saya masbuq 2 raka’at. Ketika imam duduk tasyahud pada raka’at ke-4, imam tidak salam melainkan berdiri. Para jamaah pun mengucap Subhaanallaah. Namun, imam masih tetap berdiri dan melanjutkan shalatnya. Bahkan hingga 2 raka’at (total 6 raka’at), adapun sebagian makmum tetap duduk tasyahud hingga imam salam. Di dalam keadaan seperti ini, bagaimana sikap makmum yang seharusnya?

Dulu saya sempat memiliki pemahaman, ketika imam terlupa dan terlanjur berdiri, maka makmum mengikuti. Namun, seiring berjalannya waktu, saya pernah membaca sebuah penjelasan bahwa yang demikian itu berlaku jika imam lupa tasyahud awal. Namun ketika berdirinya seorang makmum menyebabkan bertambahnya raka’at, maka hal itu tidak berlaku. Bagaimana itu?

Amruddin Jabbar, Yogyakarta.

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Di dalam kasus di atas, maka jawaban kami yang terbaik adalah tetap duduk tasyahhud menunggu imam sampai salam bersama imam.

Bisa pula memisahkan diri dari imam dan tasyahhud akhir sendiri lalu salam sendiri. Yang pasti tidak diperbolehkan mengikuti imam yang sudah dipastikan salah atau lupa.

Baca Juga : Tidak Ingin Ketinggalan Bus, Bolehkah Menjama’ Sholat?

Makmum harus mengingatkan dengan ucapan tasbih. Jika imam tidak hirau atau tidak mendengar, maka tidak boleh diikuti. Yang mengikutinya dengan sengaja padahal tahu kalau imam itu salah maka shalatnya batal.

Penalaran fikihnya adalah, setiap orang harus beribadah dengan benar sesuai tuntunan syariat. Penambahan raka’at shalat adalah sebuah kesalahan yang menyebabkan batalnya amal jika disengaja. Imam adalah wasilah sedangkan benarnya shalat adalah tujuan. Jika wasilah sudah tidak bisa mengantarkan pada tujuan, maka hendaknya ditinggalkan dan dipakai wasilah lainnya, yaitu shalat sendiri atau menunggu.

Beberapa pernyataan para ulama:

1.Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 23 hal. 53:

وَسُئِلَ - رَحِمَهُ اللَّهُ -: عَنْ إمَامٍ قَامَ إلَى خَامِسَةٍ فَسَبَّحَ بِهِ فَلَمْ يَلْتَفِتْ لِقَوْلِهِمْ وَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يَسْهَ. فَهَلْ يَقُومُونَ مَعَهُ أَمْ لَا؟ . فَأَجَابَ: إنْ قَامُوا مَعَهُ جَاهِلِينَ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُمْ؛ لَكِنْ مَعَ الْعِلْمِ لا يَنْبَغِي لَهُمْ أَنْ يُتَابِعُوهُ بَلْ يَنْتَظِرُونَهُ حَتَّى يُسَلِّمَ بِهِمْ أَوْ يُسَلِّمُوا قَبْلَهُ وَالِانْتِظَارُ أَحْسَنُ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
“Beliau ditanya tentang imam yang berdiri ke raka’at kelima, lalu para jamaah mengingatkannya dengan tasbih tetapi dia tidak hirau dan mengira dia tidak lupa. Apakah makmum harus ikut berdiri bersamanya?
Beliau menjawab, jika makmum ini ikut berdiri karena tidak tahu hukum maka shalat mereka tidak batal. Tetapi kalau tahu, maka mereka tidak boleh mengikutinya melainkan hendaknya menunggu sampai salam bersama imam, atau bisa pula salam terlebih dahulu. Tetapi menunggu itu lebih utama. Wallahu a’lam.”

2.Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra jilid 1, hal. 214 mengatakan,

(وَسُئِلَ) فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ عَمَّا إذَا قَامَ إمَامُهُ لِخَامِسَةٍ هَلْ الْأَوْلَى انْتِظَاره أَوْ فِرَاقُهُ وَفِيمَا إذَا كَانَ مَسْبُوقًا هَلْ هُوَ كَغَيْرِهِ أَوْ لَا حَتَّى تَجُوزَ مُفَارَقَته؟ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ الْأَوْلَى انْتِظَاره وَسَوَاءٌ الْمَسْبُوقُ وَغَيْرُهُ وَعِبَارَةُ شَرْحِي لِلْعُبَابِ لَوْ قَامَ الْإِمَامُ لِزِيَادَةٍ كَخَامِسَةٍ سَهْوًا لَمْ يَجُزْ لَهُ مُتَابَعَته وَإِنْ كَانَ شَاكًّا فِي فِعْلِ رَكْعَةٍ أَوْ مَسْبُوقًا عَلِمَ ذَلِكَ أَوْ ظَنَّهُ فَإِنْ تَابَعَهُ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ إنْ عَلِمَ وَتَعَمَّدَ
“Beliau ditanya jika imam berdiri ke raka’at kelima apakah lebih baik menunggunya (untuk salam ikut imam -penerj) atau memisahkan diri (salam sendiri -penerj), dan kalau sedang masbuq apakah dia sama dengan yang tidak masbuq sehingga boleh memisahkan diri dari imam tadi?”
Beliau menjawab, Yang lebih utama adalah menunggunya, sama saja baik masbuq maupun bukan. Pernyataan syarah saya terhadap kitab al-Ubab adalah kalau imam berdiri ke raka’at kelima karena lupa maka dia tidak boleh mengikutinya meski dia ragu terhadap satu raka’at, ataupun masbuq yang tahu bahwa imamnya ini salah. Bila dia tetap mengikuti imam ini maka shalatnya batal.”

Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta

Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]


Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.