Hukum Bank Plasenta dan Bekerja Padanya

Hukum Bank Plasenta dan Bekerja Padanya
Photo by Louis Reed on Unsplash

Tanya:

Assalamu'alaikum,

Ustadz mau tanya, apakah bank tali pusat/plasenta itu di bolehkan di dalam hukum Islam?

Soalnya saya ada panggilan interview di sebuah perusahaan yang bergerak dalam penyimpanan tali pusat, mohon nasehatnya ustadz.

Ikhwah dari FB.

Jawab:

Wa'alaikum salam warahmatullah.

Bank tali pusat atau plasenta sudah marak dalam dunia kedokteran modern untuk mendapatkan pengobatan dari stem cell. Ini sudah dibolehkan oleh para ulama dalam forum-forum rapat fikih internasional.

Tali pusat sebagai salah satu stem cell yang dijadikan pengobatan, baik untuk pemiliknya maupun didonorkan kepada orang lain, sepertinya telah disepakati kebolehannya. Karena tali pusat itu bukan darah yang dianggap najis, bukan pula bagian dari tubuh manusia bahkan dia harus dibuang dan selama ini dikubur begitu saja seperti sampah.

Belakangan ditemukan teknologi kesehatan yang memungkinkan tali pusat menjadi salah satu bahan pendukung pengobatan terutama untuk diri sang pemiliknya dulu. Berbeda dengan beberapa jenis lain yang ada rincian seperti bila sumber sel punca itu berasal dari tulang sumsum belakang orang dewasa, janin dan lain-lain.

Dengan demikian tidak ditemukan delik pelarangan menggunakan tali pusar atau plasenta yang diawetkan untuk menjadi bahan pengobatan baik si pemilik asal plasenta itu maupun bagi orang lain. Sehingga mendirikan bank plasenta untuk dipelihara dengan biaya sewa tidaklah terlarang dalam Islam, karena maslahatnya jelas dalam dunia pengobatan. Berikut kutipan keputusan ulama terkait hal tersebut:

Pernyataan Dewan Fiqih Islam Rabithah Alam Islami

Dewan Fiqih Islam Liga Muslim Dunia, dalam konferensi ketujuh belas di Makkah al-Mukarramah, 2003 M, membahas topik transplantasi sel induk berdasarkan sumber sel tersebut, sesuai dengan rekomendasi organisasi dalam bukunya. konferensi keenam pada tahun 1989 M, sebagaimana disebutkan di atas. Dalam pernyataan ketiga Dewan Fiqih Islam tertanggal 17/12/2003 M, disebutkan sebagai berikut:

Baca juga: Pernikahan Mantan Istri dengan Pria Lain Apakah Memperbarui Jumlah Talak?

Sel induk, yang merupakan sel asli tempat embrio diciptakan, memiliki kemampuan – dengan izin Allah – untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh manusia. Para ilmuwan baru-baru ini dapat mengetahui tentang sel-sel ini dan mengisolasinya serta menumbuhkannya dengan tujuan menggunakannya untuk perawatan medis dan berbagai eksperimen ilmiah. 

Oleh karena itu, obat-obatan ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit dan diharapkan mempunyai dampak yang besar di masa depan dalam mengobati banyak penyakit dan kelainan fisik, termasuk beberapa jenis kanker, diabetes, gagal ginjal dan hati, dan sebagainya. 

Sel-sel ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut:

  1. Embrio pada tahap blastula, yang membentuk bola sel tempat berbagai sel tubuh akan tumbuh. Zigot (telur yang dibuahi) yang dihasilkan dalam upaya pembuahan in-vitro dianggap sebagai sumber utama. Dimungkinkan juga untuk dengan sengaja membuahi sel telur dari donor dengan sperma dari donor untuk mendapatkan zigot, dan menumbuhkannya hingga mencapai tahap blastula, kemudian mengekstraksi sel induk darinya.
  2. Janin yang diaborsi pada setiap tahap kehamilan.
  3. Plasenta atau tali pusar.
  4. Anak-anak dan orang dewasa.
  5. Kloning, yaitu dilakukan dengan cara mengambil sel dari manusia dewasa, kemudian diambil inti selnya dan dimasukkan ke dalam sel telur yang telah diambil inti selnya, dengan tujuan mencapai tahap blastula, kemudian diperoleh sel induk dari sel tersebut.

Setelah mendengarkan penelitian yang disajikan mengenai topik ini dan pendapat para anggota, pakar dan spesialis, serta mencari tahu tentang jenis sel ini dan sumbernya, serta cara penggunaannya, Dewan mengambil keputusan berikut:

Baca juga: Nikah di Masa Iddah Tanpa Wali

Diperbolehkan memperoleh sel punca, menumbuhkannya, dan menggunakannya untuk pengobatan atau penelitian ilmiah yang diperbolehkan, jika sumbernya diperbolehkan. Misalnya, sumber-sumber berikut ini:

  1. Orang dewasa jika telah memberikan izin dan tidak menimbulkan kerugian apa pun.
  2. Anak-anak, jika walinya telah memberikan izin, jika hal itu dilakukan untuk tujuan yang sah dan tanpa merugikan mereka.
  3. Plasenta dan tali pusat, dengan izin orang tua.
  4. Janin yang diaborsi secara spontan (yaitu keguguran) atau janin hasil aborsi yang dilakukan karena alasan medis diperbolehkan menurut syariat, dengan izin orang tuanya.

Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia juga telah menerbitkan fatwa tentang pengobatan dengan stem cell secara umum yang tertuang dalam fatwa nomor 51 tahun 2020, berikut kutipan keputusannya:

Memutuskan Menetapkan: Fatwa Tentang Penggunaan Stem Cell (Sel Punca) Untuk Tujuan Pengobatan

Pertama: Ketentuan Umum Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

  1. Stem cell (sel punca, sel induk, sel batang) adalah sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berproliferasi (memperbanyak diri), memperbaharui diri, dan berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel spesifik-organ.
  2. Stem cell (sel punca) adalah khusus stem cell yang berasal dari dan untuk manusia.
  3. Sel induk embrio (embryonic stem cell) adalah stem cell yang berasal dari embrio pada fase blastosis yang terdiri dari 50-150 sel (berumur 5-7 hari setelah pembuahan).
  4. Sel induk dewasa (adult stem cell) adalah stem cell yang masuk dalam kategori non-embryonic, yang terdiri atas jaringan haematopoietik (biasanya diambil dari darah tepi dan sumsum tulang) dan jaringan mesenchymal (biasanya diambil dari tali pusat, plasenta, dan jaringan lemak).
  5. Penyakit degeneratif adalah penyakit yang diakibatkan oleh penurunan fungsi suatu jaringan atau organ tubuh yang terus menerus dan mengalami pemburukan seiring proses penuaan.
  6. Terapi rekonstruktif adalah tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan penampilan atau bentuk anatomis atau fungsi semula dari bagian tubuh tertentu yang disebabkan oleh penyakit, kecacatan, ataupun trauma.

Kedua: Ketentuan Hukum.

  1. Pada dasarnya menggunakan stem cell manusia untuk keperluan apapun adalah haram hukumnya.
  2. Keharaman sebagaimana pada angka 1 (satu) di atas ialah pada kondisi sebagai berikut:
    1. Stem cell yang diambil dari blastosit (termasuk kategori embryonic stem cell) hasil pembuahan sperma dan ovum dari pasangan bukan suami istri yang sah;
    2. Stem cell yang diambil dari janin yang keguguran akibat kesengajaan dan/atau tanpa alasan medis;
    3. Stem cell yang diambil dari janin yang sengaja digugurkan agar dapat digunakan sebagai sumber stem cell.
  3. Keharaman sebagaimana pada angka 1 (satu) di atas adalah apabila pengambilan dan/atau penggunaan stem cell sebagai berikut:
    1. Pengambilan stem cell yang dapat berakibat kesulitan hidup (masyaqqah) atau bencana (dharar) bagi pendonor maupun penggunaannya bagi penerima stem cell;
    2. Penggunaan stem cell untuk tujuan pengobatan yang masih diragukan efektifitasnya;
    3. Penggunaan stem cell untuk mengubah bentuk tubuh yang alami agar lebih menarik, mengubah identitas, atau tujuan lain yang bertentangan dengan syariat;
    4. Memperjualbelikan stem cell antara pemilik sel dengan pihak lain;
    5. Stem cell yang digunakan untuk tujuan reproduksi (untuk membuat makhluk baru).
  4. Menggunakan stem cell manusia hukumnya mubah, jika ada hajah syar’iyah untuk kepentingan sebagai berikut:
    1. Pengobatan dari berbagai penyakit;
    2. Terapi rekonstruktif atau pemulihan jaringan dan/atau organ tubuh akibat trauma, kecacatan, atau proses degeneratif;
    3. Riset bidang kedokteran.
  5. Kebolehan sebagaimana pada angka 4 (empat) di atas adalah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    1. Stem cell yang diperoleh dari janin yang keguguran spontan (abortus spontaneous) atau digugurkan atas indikasi medis (abortus medicinalis), harus atas persetujuan tertulis dari pasangan suami istri pemilik janin tersebut;
    2. Stem cell yang diperoleh dari sisa embrio yang tidak dipakai pada inseminasi buatan atau IVF (in vitro fertilization), harus atas persetujuan tertulis dari pasangan suami istri pemilik embrio tersebut;
    3. Stem cell yang diperoleh dari tali pusat (umbilicus) dan/atau ariari (plasenta), harus atas persetujuan tertulis dari pasangan suami istri yang mempunyai bayi pemilik tali pusat atau ari-ari tersebut;
    4. Stem cell yang diperoleh dari sel anak, harus atas persetujuan tertulis dari kedua orang tuanya;
    5. Stem cell yang diperoleh dari sel manusia dewasa, harus atas persetujuan yang bersangkutan.

Selesai fatwa MUI. Yang dicetak tebal (5c) adalah masalah yang dipertanyakan di atas, sehingga jelas hukumnya boleh.

Wallahu a’lam.


Dijawab oleh Ustadz Anshari Taslim, Lc. / Mudir Pesantren Bina Insan Kamil - DKI Jakarta

Bagi pembaca setia Sabili.id yang ingin mengajukan pertanyaan seputar kaidah hukum Islam, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke meja redaksi kami melalui email: [email protected]


Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.