Kasus Rempang, Muhammadiyah Nilai Pemerintah Gagal Laksanakan Mandat Konstitusi

Kasus Rempang, Muhammadiyah Nilai Pemerintah Gagal Laksanakan Mandat Konstitusi
Sejumlah warga melakukan aksi pemblokiran jalan di jembatan empat Rempang / ANTARA Foto

Kemelut Rempang yang dalam beberapa hari ini menyedot perhatian publik tanah air, ternyata menjadi perhatian Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Hal itu tertuang dalam keterangan tertulis tertanggal 13 September 2023 yang ditandatangani oleh Busyro Muqoddas selaku ketua Bidang Hukum, HAM dan Hikmah PP Muhammadiyah.

Busro menilai penggusuran masyarakat Rempang Kepulauan Riau adalah bukti pemerintah gagal menjalankan mandat konstitusi. Dia pun mengutip UUD 1945 yang menyebut tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, negara juga ia nilai gagal menjalankan Pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Lebih jauh Busro menilai Proyek Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sangat bermasalah. Pasalnya, payung hukum proyek itu baru disahkan pada tanggal 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.

“Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak. Hampir dalam setiap Pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat” imbuh Busro Muqoddas.

Baca juga: Pernyataan Sikap LAM Kepri: Batalkan Relokasi Warga Rempang

Dalam rilisnya itu pula, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang menyatakan bahwa “Tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap” sangat keliru. Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. Menko Polhukam nampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut.

LHKP dan MHH PP Muhammadiyah juga menuntut pemerintah mencabut proyek Rempang Eco City.

“Meminta Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN sebagaimana termaktub di dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Presiden juga didesak untuk mengevaluasi dan mencabut PSN yang memicu konflik dan memperparah kerusakan lingkungan.”

Hal lain yang tak kalah penting disuarakan oleh Muhammadiyah adalah mendesak pemerintah agar segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup, mempertahankan kebudayaan dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati, serta mengedepankan pendekatan Hak Asasi Manusia.

Editor: M. Hilal Tri Anwari

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.