Palestina Tolak Gagasan Trump “Membersihkan” Gaza

Palestina Tolak Gagasan Trump “Membersihkan” Gaza
Palestina Tolak Gagasan Trump “Membersihkan” Gaza / Foto Kevin Dietsch; Getty Images

Sebuah berita di The Straits Times, 28 Januari 2025, berjudul “Palestinians slam Trump’s idea to ‘clean out’ Gaza”. Isi beritanya, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengusulkan rencana pemindahan warga Gaza dengan dalih “membersihkan” wilayah tersebut. Usulan ini segera menuai kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, Hamas, dan Jihad Islam.

Pernyataan Trump itu, meski pun dikemas sebagai solusi atas konflik yang berkepanjangan, dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya pemindahan paksa yang melanggar hak asasi manusia dan berpotensi menciptakan tragedi kemanusiaan baru.

Penolakan keras dari Palestina atas pernyataan itu dapat dipahami sebagai respons terhadap sejarah panjang pemindahan paksa dan perampasan tanah yang telah dialami rakyat Palestina sejak 1948. Sebagai wilayah yang dihuni oleh sekitar 2,4 juta orang, Gaza telah menjadi pusat penderitaan akibat blokade dan serangan yang terus-menerus.

Usulan untuk memindahkan penduduk Gaza, baik secara sementara maupun permanen, menghidupkan kembali trauma Nakba atau “bencana besar” yang masih membekas dalam ingatan kolektif masyarakat Palestina. Maka, gagasan Trump ini bukan hanya mengabaikan hak-hak rakyat Palestina atas tanah mereka, tetapi juga menambah parah konflik yang sudah sangat kompleks.

Baca Juga :

Kebakaran LA: Musibah yang Mengguncang Keangkuhan Amerika
Penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya intensitas kebakaran hutan di kawasan tersebut sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim dan pola cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi.

Secara politik, usulan Trump memunculkan kecurigaan bahwa ini adalah langkah strategis untuk mengurangi jumlah warga Palestina di wilayah yang selama ini menjadi simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel. Dengan mendorong Mesir dan Yordania untuk menampung pengungsi Gaza, Trump tidak hanya mencoba mengalihkan masalah ke negara-negara tetangga, tetapi juga mengikis identitas geografis Palestina.

Langkah ini pun dikecam oleh Liga Arab, yang menyebutnya sebagai bentuk pembersihan etnis. Bahkan, pemerintah Mesir dan Yordania secara tegas menolak rencana tersebut dengan alasan bahwa Palestina adalah milik rakyat Palestina.

Selain itu, proposal Trump ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum internasional yang melindungi hak-hak pengungsi dan penduduk sipil di wilayah konflik. Dan menurut Konvensi Jenewa, pemindahan paksa penduduk sipil dari wilayah konflik, terutama tanpa persetujuan mereka, merupakan kejahatan perang.

Di dalam konteks ini, gagasan Trump tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, tetapi juga dapat memerburuk citra internasional Amerika Serikat sebagai mediator konflik Israel-Palestina.

Bagi Israel, dukungan terhadap gagasan ini datang dari Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich, yang sebelumnya telah menunjukkan sikap ekstrem terkait permukiman di Gaza. Dukungan ini mencerminkan adanya kepentingan politik untuk memerluas kendali Israel atas wilayah tersebut.

Baca Juga :

Di Gaza, MER-C Sampaikan Komitmen Reaktivasi RS Indonesia kepada Kemenkes Palestina
Ketika bertemu Wakil Menteri Kesehatan Palestina, EMT MER-C ke-7 menegaskan kembali komitmen MER-C dan masyarakat Indonesia mendukung pemulihan kondisi masyarakat Gaza pasca genosida. Komitmen itu ditegaskan Ketua EMT MER-C ke-7 yang juga Ketua Presidium MER-C, DR. dr. Hadiki Habib, Sp.PD, Sp.Em.

Namun, di sisi lain, usulan Trump juga mengundang kecaman dari berbagai kelompok di Israel yang menilai langkah ini akan memicu lebih banyak konflik, baik di dalam negeri maupun secara internasional.

Dari perspektif kemanusiaan, situasi Gaza yang sudah sangat parah semakin menegaskan bahwa solusi yang ditawarkan Trump tidak realistis. Sebagai wilayah yang mengalami krisis kemanusiaan akut akibat blokade dan perang, upaya untuk “membersihkan” Gaza justru akan menciptakan gelombang baru pengungsi yang memerburuk stabilitas kawasan.

Di dalam situasi di mana mayoritas penduduk Gaza sudah mengungsi dan infrastruktur hancur, solusi yang dibutuhkan adalah langkah yang berfokus pada penghentian kekerasan dan pemulihan, bukan pemindahan paksa.

Gagasan Trump tentang “pembersihan” Gaza memicu kecaman karena mengabaikan akar permasalahan dan hanya memerburuk penderitaan rakyat Palestina. Penolakan keras dari Palestina dan dunia internasional menunjukkan bahwa rencana ini tidak hanya melanggar hak-hak dasar rakyat Palestina, tetapi juga mencerminkan kegagalan dalam memahami kompleksitas konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.

Di dalam konteks ini, gagasan tersebut lebih terlihat sebagai langkah politis daripada solusi nyata untuk perdamaian di Timur Tengah.

Google News

Komentar Anda:

Anda telah berhasil berlangganan di Sabili.id
Selanjutnya, selesaikan pembayaran untuk akses penuh ke Sabili.id
Assalamu'alaikum! Anda telah berhasil masuk.
Anda gagal masuk. Coba lagi.
Alhamdulillah! Akun Anda telah diaktifkan sepenuhnya, kini Anda memiliki akses ke semua artikel.
Error! Stripe checkout failed.
Alhamdulillah! Your billing info is updated.
Error! Billing info update failed.